Namun saat disinggung soal pengenaan denda maksimal pada e-tilang yang dibayar secara online, Endang tidak dapat memastikan dengan rinci.
"Karena itu sistem, saya tidak bisa bicara banyak. Jadi terkait dengan sistem itu aplikasi, kita tinggal masuk kode tilangnya, kemudian nanti akan muncul sendiri dendanya," ujar dia.
Seandainya ada selisih perbedaan bayar denda secara online dan offline, Endang mengatakan pelanggar masih bisa mengambil selisih atau sisa denda yang dibayarkan.
Sebagai contoh, denda e-tilang yang dikenakan adalah Rp 100.000. Akan tetapi hakim memutuskan denda pelanggaran hanya Rp 75.000, maka sisa denda Rp 25.000 dapat diambil oleh pelanggar.
Selisih pembayaran denda itu terjadi karena putusan hakim di Kejaksaan memutuskan denda pelanggaran lebih rendah dari yang sudah ditetapkan.
Baca Juga: Jamin Ampuh, Begini Trik Buka Blokir STNK Kena Tilang Elektronik
"Biasanya untuk putusan (hakim) itu mempertimbangkan terkait dengan kondisi masyakarat di situ, seperti upah minimum regional (UMR)," kata Endang.
Dia menyampaikan, putusan denda e-tilang di Kejaksaan sudah menjadi kewenangan mutlak oleh hakim.
Akan tetapi, berkaca dengan yang terjadi di Surakarta, Jawa Tengah, tempatnya bertugas, hampir tidak ada perbedaan antara bayar denda e-tilang secara online maupun offline.
Menurut Endang, besaran denda e-tilang di tiap wilayah tidak sama, disesuaikan dengan kondisi masyarakat di wilayah tersebut.
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR