Usai membeli bus, pandemi Covid-19 justru melanda dunia. Dampaknya, armada barunya itu tak terpakai karena kebijakan lockdown di Jepang.
"Pas kita habis beli bus, habis itu Covid-19, akhirnya kita off dulu dan setelah tiga tahun baru bisa dipakai," ucap Sahat.
Saat keadaan berangsur normal usai pandemi Covid-19, ia kemudian menambah satu armada bus.
Baca Juga: Bukan Masuk Angin, Ini Asal Suara Mirip Kentut di Bus AKAP dan Pariwisata
Sahat bercerita, bisnisnya berjalan lambat karena rumitnya regulasi terkait transportasi di Jepang.
Kendala yang sering dihadapinya adalah lisensi mengemudi yang berbeda antara Surat Izin Mengemudi (SIM) Indonesia dengan Jepang.
"Kalau di Indonesia kan ada SIM B2 Umum kalau bawa bus. Tapi kalau di sini berbeda, SIM dari Indonesia tidak bisa dipakai dan harus kursus dulu sebelum boleh mengemudikan bus," ujarnya.
Karenanya, sopir bus yang bekerja di perusahaannya wajib memiliki SIM untuk kendaraan pribadi terlebih dahulu.
Setahun kemudian, para calon sopir baru bisa mengambil kursus selama satu bulan untuk mendapat lisensi mengemudi.
Kini, ia memiliki delapan sopir bus, dua di antaranya merupakan orang Jepang yang fasih berbahasa Indonesia.
"Kita semua driver-nya orang Indonesia karena tamu juga rata-rata dari Indonesia. Terkadang juga menerima dari Malaysia dan Singapura karena bahasanya yang cukup sama," paparnya.
Baca Juga: Banyak Yang Belum Tahu, Ini Akibat Nekat Pakai Toilet Bus Saat Berhenti di Terminal
Saat ini, satu orang sopir bus hanya boleh mengemudi maksimal 12 jam per hari.
Karenanya, Sahat harus memberangkatkan dua sopir jika perjalanan jauh.
Editor | : | Dida Argadea |
KOMENTAR