GridOto.com- Kasus penarikan kendaraan oleh debt collector kerap terjadi.
Baru baru ini, Serda Nurhadi, Babinsa Kodim 0502/ Jakarta Utara mengalami perlakuan kasar oknum yang penagih utang.
Video pengambilan paksa ini beredar luas di masyarakat.
Suwandi Wiratno, Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) mengatakan masyarakat harus menilai jernih kasus ini.
Baca Juga: Trik Pemilik Mobil di Sukoharjo Kelabui Debt Collector Terbongkar Berkat ETLE, Begini Ceritanya
"Jangan melihatnya secara emosional. Harus dipilah-pilah kasusnya," kata Suwandi.
Menurutnya, ada 2 hal utama dari kasus penarikan kendaraan yang viral itu.
"Pertama, wanpretasi debitur terhadap perjanjian kredit pembiayaan kendaraan," jelasnya.
Kedua, prosedural penarikan kendaran yang wanpretasi itu.
Pria yang berkantor di wilayah Kasablanka, Jakarta Selatan ini menilai, pengambilan paksa kendaraan dilakukan setelah melalui beberapa tahap.
"Setelah debitur menunggak, lembaga pembiayaan akan melakukan surat peringatan 1. Jika tidak diindahkan akan dilakukan surat peringatan kedua hingga ketiga," paparnya.
Ketika surat ketiga tetap diabaikan, maka pihak lembaga pembiayaan berhak mengambil kembali kendaraan miliknya.
"Jadi harus diingat yaa, kendaraan leasing itu bukan milik debitur. Tetapi milik lembaga pembiayaan, sampai pembayarannya selesai. Jadi, yang diambil itu adalah milik perusahaan," tegasnya.
Jadi dari kasus di atas menurut Suwandi, pihak lembaga pembiayaan tidak akan gegabah untuk menarik kendaraan apabila debitur taat terhadap kerjasama yang telah disepakati.
"Jadi peristiwa itu boleh dilihat sebagai tidak ada asap kalau tidak ada api," ungkapnya.
Berikutnya mengenai prosedural penarikan.
Lembaga pembiayaan biasanya melakukan kerjasama dengan pihak swasta untuk melakukan penarikan kendaraanya.
"Jadi harus ada kesepakatan antar perusahaan. Tidak boleh perorangan," jelasnya.
Selanjutnya perusahaan penarikan tagihan ini memberikan surat tugas kepada orang yang ditugaskan untuk melakukan penarikan.
"Tiap orang yang bertugas harus memiliki surat tugas. Jadi kalau ada 10 orang yang menarik, semuanya harus ada surat tugasnya," kata Suwandi.
Petugas yang tidak dibekali surat tugas menurut Suwandi adalah liar.
Selain itu, petugas yang bertugas juga harus memiliki sertifikasi.
"Sertifikasi dikeluarkan lembaga profesi penagihan utang," kata Suwandi.
Sertifikasi ini sesuai dengan aturan yang ditentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dalam Peraturan OJK (POJK) nomor 35 pasal 65 berbunyi, pegawai dan/atau tenaga alih daya perusahaan pembiayaan yang menangani fungsi penagihan dan eksekusi agunan wajib memiliki sertifikat profesi di bidang penagihan dari Lembaga Sertifikasi Profesi di bidang pembiayaan yang terdaftar di OJK.
Petugas juga harus dilengkapi dengan sertifikat jaminan fidusia.
Maka, menurut Suwandi kasus yang menimpa Babinsa dengan penagih utang harus dilihat dari dua sisi.
"Memang secara prosedur, petugas yang menarik melakukan tindakan berlebihan, tidak etis. Namun kendaraan yang diambil karena debitur melakukan wanpretasi," tutupnya.
Editor | : | Hendra |
KOMENTAR