GridOto.com - Tahun ini, ada satu peraturan pemerintah yang akan diberlakukan dan dapat memiliki dampak yang cukup signifikan pada industri otomotif Indonesia.
Peraturan tersebut adalah PP Nomor 73 Tahun 2019 yang akan diberlakukan pada Oktober 2021 nanti.
Disebut memiliki dampak yang besar, karena PP tersebut mengubah skema penetapan nilai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap kendaraan bermotor khususnya mobil.
Dari yang tadinya berdasarkan pada jumlah kubikasi dan bentuk bodi, menjadi berdasarkan emisi gas buang dan konsumsi bahan bakar.
Artinya, semakin ramah lingkungan dan irit suatu mobil, akan semakin sedikit juga PPnBM mobil atau motor tersebut.
PP tersebut juga berdampak langsung kepada konsumen, mengingat PPnBM adalah salah satu instrumen pajak yang dibebankan kepada konsumen dalam komponen harga mobil baru.
Tapi seperti apa rincian skema pengenaan PPnBM berdasarkan PP Nomor 73 Tahun 2019?
Seperti yang dituliskan dalam BAB II Pasal 4 PP tersebut, kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang dengan kapasitas mesin di bawah 3.000 cc dikenakan PPnBM sebesar 15 persen.
Baca Juga: Kemenhub Sosialisasi Konversi Motor Listrik Berbasis Baterai, Ini Penjelasannya
Untuk motor bakar cetus api atau mesin bensin, konsumsi bahan bakar minyak (BBM) kendaraan tersebut harus lebih dari 15,5 Km/l, atau tingkat emisi CO2 kurang dari 150 gram per Km.
Sementara untuk mesin diesel atau semi diesel, konsumsi BBM-nya harus lebih dari 15,5 Km/l, atau tingkat emisi CO2 kurang dari 150 gram per Km.
Sedangkan pasal 5 mengatakan, PPnBM sebesar 20 persen akan dikenakan pada mobil bermesin bensin yang mengkonsumsi BBM 11,5 sampai dengan 15,5 Km/l, atau menghasilkan CO2 150-200 gram per Km.
Untuk mobil bermesin diesel atau semi diesel, konsumsi BBM-nya harus lebih dari 13 sampai 17,5 Km/l, atau tingkat emisi CO2 mulai dari 150 gram sampai 200 gram per Km.
Baca Juga: Rapor Penjualan Mobil Listrik dan Hybrid di Indonesia, Seberapa Laku?
Tidak hanya itu, PP Nomor 73 Tahun 2019 juga mengatur pengenaan pajak untuk mobil elektrifikasi seperti mobil hybrid dan PHEV, serta mobil listrik murni (Electric Vehicle/EV).
Pengaturan pajak untuk mobil hybrid dituangkan dalam bagian kedua pasal 26 hingga 34, yang menyatakan bahwa dasar pengenaan tarif PPnBM untuk mobil hybrid dimulai dari 15 persen.
Seperti kendaraan hybrid untuk kapasitas mesin di bawah 3.000 cc, yang dikenakan PPnBM sebesar 15 persen dengan dasar pengenaan pajak sebesar 13,1/3 persen dari harga jual.
Dengan catatan konsumsi bahan bakarnya lebih dari 23 Km/l (mesin bensin) hingga 26 km/l (mesin diesel), atau tingkat emisi CO2 kurang dari 100 gram per Km.
Pengaturan pajak untuk mobil elektrifikasi lainnya seperti Plug-in Hybrid Electric Vehicles (PHEV), Battery Electric Vehicles (BEV), atau Fuel Cell Electric Vehicles (FCEV) diatur dalam bagian keempat pasal 36.
Mobil-mobil yang masuk dalam kategori tersebut dikenakan PPnBM sebesar 15 persen dengan dasar pengenaan pajak sebesar nol persen dari harga jual.
Asalkan, konsumsi bahan bakarnya lebih dari 28 Km/l atau memiliki tingkat emisi CO2 sampai dengan 100 gram per Km.
Pengaturan pajak untuk mobil elektrik murni (Electric Vehicle/EV) komersil dituangkan dalam pasal 17 dan 24 dari PP Nomor 73 Tahun 2019.
Baca Juga: Sinyal Kuat Toyota untuk Produksi Mobil Hybrid Secara Lokal di 2022 Mendatang
Dalam pasal 24 disebutkan, PPnBM untuk kendaraan berkabin ganda yang semua penggerak utamanya menggunakan motor listrik dari baterai, atau media penyimpanan energi listrik lainnya dikenai PPnBM dengan tarif sebesar 10 persen.
Sementara dalam pasal 17 disebutkan untuk kendaraan listrik yang jumlah penumpangnya mulai dari 10 hingga 15 orang, dikenakan PPnBM dengan tarif sebesar 15 persen.
Penetapan PP Nomor 73 Tahun 2019 diharapkan dapat mendorong para produsen mobil di Indonesia untuk mengeluarkan mobil-mobil yang lebih ramah lingkungan.
Kita lihat apakah harapan tersebut tercapai setidaknya pada akhir 2021 nanti.
Editor | : | Eka Budhiansyah |
KOMENTAR