Gridoto.com - Beberapa waktu ini sempat ramai wacana penggolongan Surat Izin Mengemudi (SIM) untuk pengguna motor alias SIM C.
Pelaksanaannya berdasarkan pada peraturan Kepolisian Republik Indonesia No.5 Tahun 2021 tentang Penerbitan dan Penandaan Surat Izin Mengemudi yang dikeluarkan pada bulan Februari lalu.
Nah biasanya ada waktu 6 bulan untuk mensosialisasikan peraturan tersebut sebelum diterapkan ke masyarakat.
Jika dihitung dari bulan Februari, berarti seharusnya akan dilaksanakan pada bulan Agustus ini.
Hasilnya banyak menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Namun menurut info terakhir yang saya terima, pelaksanaannya akan dimundurkan hingga pertengahan tahun depan.
Info ini saya dapat saat berbincang dengan Kasubdit Standar Cegah dan Tindak Ditkamsel Korlantas Polri, Kombes Pol Mohammad Tora,
"Diterapkan pada Juni 2022 adalah semua aturan Perpol Nomor 5/2021. Saya hanya menyampaikan informasi dari pimpinan, terakhir yang saya dapat infonya itu," ujar Tora beberapa waktu lalu.
Alasanya butuh persiapan lebih matang agar pelaksanaannya berjalan lancar.
Secara garis besar sebenarnya ada 3 hal yang diatur dalam peraturan No.5 tahun 2021 tersebut. Pertama tentang penggolongan SIM C, penandaan SIM jika melanggar dan calon pemohon SIM harus memiliki sertifikasi kompetensi mengemudi sebelum ikut ujian SIM.
Namun yang menarik adalah penggolongan SIM C. Selama ini memang pengguna motor agar bisa berkendara di jalan raya wajib memiliki SIM C. Baik itu motor berkapasitas mesin kecil maupun besar, SIM-nya sama semua, yaitu SIM C.
Nah, berdasarkan peraturan yang baru tersebut ditetapkan penggolongan SIM C berdasarkan kapasitas motor.
Jadi untuk motor yang kapasitas mesinnya kurang dari 250 cc masih bisa menggunakan SIM C.
Sementara untuk orang yang mengemudikan motor berkapasitas 250 cc hingga 500 cc wajib memiliki SIM C1.
Sedangkan untuk orang yang mengemudikan motor berkapasitas lebih dari 500 cc, wajib memiliki SIM C2.
Jadi jika hanya memiliki SIM C saja, tidak bisa menggunakan motor yang kapasitasnya di atas 250 cc.
Demikian pula jika hanya punya SIM C1, kapasitas mesin motor yang boleh digunakan hanya dari nol sampai 500 cc, di atas itu tidak boleh.
Sedangkan pemilik SIM C2 bisa menggunakan semua jenis sepeda motor dengan berbagai kapasitas mesin.
Untuk mendapatkan SIM C1 dan C2 tidak bisa langsung diajukan jika pemohon belum pernah memiliki SIM C.
Untuk naik kelas dari SIM C ke C1, pemilik harus sudah memiliki SIM C minimal 12 bulan atau setahun sejak diterbitkan.
Demikian pula jika ingin melakukan peningkatan ke C2 dari C1. Pemohon harus sudah memiliki SIM C1 selama 12 bulan atau 1 tahun sejak diterbitkan.
Jadi tidak bisa langsung dari C ke C2. Harus dilakukan berjenjang dalam kurun waktu yang telah ditetapkan.
Namun nanti saat pertama kali dilaksanakan, pemilik motor 500 cc ke atas masih bisa menggunakan SIM C1. Masih mendapat dispensasi selama 1 tahun, namun setelah itu harus naik kelas jadi C2.
Selain itu rencananya untuk mendapatkan SIM, pemohon harus memiliki sertifikasi dari lembaga safety driving/riding sebagai salah satu syaratnya.
Buat orang kebanyakan, peraturan ini dianggap mengada-ada karena mempersulit mereka untuk mendapatkan SIM. Bahkan diduga akan menimbulkan celah baru untuk melakukan permainan agar bisa lulus.
Terlepas dari semua itu saya sih setuju dengan penggolongan ini. Karena memang sudah waktunya peraturan ini diberlakukan.
Apalagi sekarang jenis motor yang dijual di Indonesia sudah sangat beragam. Tidak hanya motor berkapasitas mesin kecil tapi juga hingga 1.000 cc ke atas.
Butuh kemampuan dan pengalaman untuk bisa mengendarai kendaraan dengan spek yang lebih besar kapasitas mesin maupun bobotnya.
Mengendarai skutik 110 cc dengan motor gede 1.000 cc ke atas enggak sama. Beda cara dan antisipasinya. Butuh skill lebih untuk menguasainya. Tenaga lebih besar, bodi juga besar dan bobot lebih berat.
Pakar safety driving dan riding, Jusri Pulubuhu, dari Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) mengatakan, "Dibutuhkan kematangan dalam hal teknis berkendara, soft skill serta psikologis pengendara juga harus diperhatikan," ungkapnya.
Adanya penggolongan SIM ini pun dinilai dapat menelurkan pengendara-pengendara yang lebih kompeten, terlebih saat ini kemajuan teknologi juga makin pesat.
"Penggolongan ini jelas sangat diperlukan, artinya harus ada jenjang yang dibuat dalam mengendarai motor, tidak hanya sekedar bisa bawa saja," jelasnya.
Makanya untuk mendapatkan SIM C I dan C II selain ujian praktik sesuai kubikasi motor, dibutuhkan pula soft skill yang lebih mengarah ke masalah psikologis.
Memang butuh pelatihan juga seharusnya sebelum mengajukan untuk naik kelas ke SIM C1 dan 2. Sehingga jika sudah pernah ikut pelatihan dan mendapat sertifikat kelayakkan baru bisa ikut kenaikan tingkat SIM-nya.
Wajar jika butuh lembaga yang kompeten untuk memberikan pelatihan dan arahan sebelum mengajukan kepemilikian SIM.
Tapi ya sistemnya harus dibuat benar dan mumpuni, sehingga bisa terlaksana dengan baik. Tanpa ada ruang untuk melakukan permainan di belakangnya.
Materi ujian untuk mendapatkan SIM juga harus lebih diperhatikan. Jangan sampai materinya tetap sama, padahal SIM nya sudah berbeda tingkat.
Enggak perlu lagi mengulang seperti membuat SIM C biasa. Harus menggunakan materi yang juga berjenjang.
Nah, untuk pemohon SIM C pertama kali juga justru butuh banyak pelatihan dasar. Terutama yang berhubungan dengan rambu-rambu dan prilaku di jalan raya.
Karena selama ini terus terang mereka yang mengajukan SIM belum pernah mendapat informasi atau pendidikan tentang rambu lalu lintas.
Baru liatnya pas saat mengerjakan ujian teori....hehehe..
Jadi enggak hanya masalah bisa bawa motor/mobil, pemahamam tentang rambu dan tertib lalu lintas harus ditekankan. Jika sudah lulus dan mendapat sertifikat baru boleh ikut ujian SIM.
Selanjutnya jika ingin naik penggolongan SIM-nya, Untuk rambu dan prilaku di jalan mungkin masih bisa diulang, tapi untuk praktiknya harus menggunakan kendaraan yang juga sesuai golongannya.
Agak janggal jika mau ambil SIM C1 atau 2 tapi pas ujian praktiknya pakai motor skutik.
Oleh karena itu dari Korlantas Polri sendiri sedang menyiapkan sistem dan Standar Operasional Prosedur (SOP) ujian, serta sertifikasi untuk instruktur yang akan melakukan pengujian.
Makanya butuh waktu lebih lama untuk melakukan persiapan.
Belum lagi kondisi yang berbeda-beda di setiap daerah. Tidak semua memiliki infrastruktur memadai untuk menerapkan sistem yang baru.
Misalnya untuk lembaga yang bisa melakukan sertifikasi sebelum ujian SIM, tidak semua wilayah memilikinya. Demikian pula tempat untuk ujian praktik, termasuk kendaraan buat ujiannya.
Mungkin bisa dilihat berdasarkan banyaknya tipe motor apa yang beredar di suatu wilayah atau daerah. Sehingga bisa dipetakan lokasi untuk pengunjian SIM C1 dan 2. Jadi tidak perlu juga semua harus ada, sesuai kebutuhan.
Ya semoga saja semua itu bisa dipersiapkan dengan baik, sehingga bisa dilaksanakan sesuai dengan tujuan.
Lantas buat pemohon SIM harap melaksanakannya juga sesuai prosedur yang telah ditentukan.
Jangan mentang-mentang sudah sering naik motor besar lantas ambil jalan pintas ingin langsung punya SIM C2. Demikian pula yang baru bikin SIM C pertama kali. Jangan lewat calo ikuti saja sesuai aturan.
Jika semuanya berjalan dengan lancar, dengan adanya pelatihan atau sertifikasi sebelum bisa ikut ujian SIM, diharapkan pengendara juga jadi lebih kompeten dan memahami aturan lalu lintas dengan baik dan benar.
Sehingga orang-orang yang turun ke jalan dengan kendaraannya, merupakan orang-orang terpilih dan berkualitas.
Kalau semua sudah paham aturan dan memiliki kemampuan serta prilaku yang teruji diharapkan mampu menekan angka kecelakaan yang tinggi di jalan raya. Sama-sama untungkan.
Kita tunggu pelaksanaannya.