GridOto.com - Siapa sangka Davide Brivio yang meninggalkan jabatan Manajer Team Suzuki Ecstar untuk bergabung sebagai CEO Alpine F1 Team di F1 2021, dulunya adalah seorang wartawan lepas.
Kebanyakan fans MotoGP tahunya Davide Brivio jadi orang yang merekrut Valentino Rossi dari Honda, lalu juga sukses bersama Suzuki.
Tapi ternyata perjalanan karir Davide Brivio ini terbilang unik sob.
Hal itu terungkap dalam podcast MotoGP beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Inilah Alasan Suzuki Ganti Mesin dari V4 ke Inline 4 Saat Kembali ke MotoGP
Sejak kecil, pada saat anak seusianya menyukai sepak bola, Brivio malah punya ketertarikan ke motor.
Brivio kecil sangat menyukai motocross dan sering membaca majalah otomotif, bahkan sering melihat para pembalap motocross latihan di lingkungannya.
Hal-hal itu membuat Brivio tertarik untuk bisa berkecimpung di dunia motocross.
"Saat aku kecil, ada pabrikan Gilera. Mereka punya tim motocross. Lalu sekitar 14 atau 15 tahun, tidak lebih, aku mengirim surat ke mereka, agak lucu sih, aku melamar pekerjaan tanpa digaji di tim balap mereka sebagai pembantu mekanik, mengganti ban, mengisi bensin, atau mencuci motor, apapun," kata Brivio.
Sayangnya Gilera menolak lamaran Brivio tersebut.
Baca Juga: Davide Brivio Bocorkan Rahasia Suzuki Bisa Jadi Juara MotoGP 2020
Tapi Brivio tak menyerah, masih berusaha bahkan mencoba ikut balapan motocross.
Sayangnya sebagai pembalap, Brivio merasa dirinya tidak cukup berbakat, tidak cukup cepat.
Brivio mulai memikirkan karir lain, untungnya tak jauh-jauh dari balapan.
Dan akhirnya Brivio mendapat pekerjaan semacam wartawan lepas di majalah motor, bukan majalah besar.
Pekerjaan Brivio adalah menulis artikel dan jadi mengambil foto dari balapan-balapan lokal.
"Tertalu berlebihan jika disebut jurnalis. Tapi bisa dibilang miriplah. Aku bekerja pada hari Minggu karena hari itu tidak ada pekerjaan utama. Di majalah itu hanya sampingan tapi sangat menyenangkan," ungkap Brivio.
Baca Juga: Suzuki Sudah Tentukan Deadline Soal Tim Satelit, Jadian dengan Tim VR46?
Meski hanya wartawan lepas, Brivio ternyata mendapat banyak hal yang tak diduga sebelumnya.
Selain pengetahuan soal motor dan balapan yang lebih luas, Brivio yang punya karakter mudah disukai dan punya etos kerja tinggi juga mendapat banyak relasi.
"Aku sempat mewawancara Giovanni Castiglioni, pendiri Cagiva, yang kala itu akan merayakan ulang tahun ke-10 pabrikannya. Lalu Giorgio Saporiti, perancang trek motocross terkenal di Italia," sambungnya.
Nah relasi-relasi itulah yang membuat Brivio ditunjuk oleh salah satu sponsor untuk menulis laporan soal balapan Fabrizio Pirovano, pembalap cukup terkenal dan kompetitif kala itu yang balapan di World Superbike.
Fabrizio Pirovano balapan di World Superbike pada 1988 sampai 1995, di Yamaha dari 1988 sampai 1993.
"Aku masih ingat balapan pertamaku di Jerez Spanyol. Bertemu banyak pembalap di paddock membuatku seperti anak kecil yang diajak ke Disneyland," ungkapnya.
Baca Juga: Valentino Rossi Seolah Kasih Kode Keras Untuk Merapat ke Suzuki atau KTM di MotoGP 2022
Meski sulit karena harus fasih berbahasa Inggris, Brivio yang pekerja keras dan punya attitude yang baik jadi figur yang mudah disukai di paddock.
Perlahan karirnya menanjak cukup cepat dan dipercaya oleh petinggi-petinggi Yamaha kala itu.
Akhirnya pada 1992, Brivio dipercaya Yamaha menjalankan tim di WorldSBK, Belgarda Yamaha Racing Division.
Setelah sukses dengan itu, Brivio dipercaya jadi manajer tim utama Yamaha di World Superbike dari 1995 sampai 2000.
Di 2001, Brivio ikut bersama runner-up World Superbike Yamaha tahun 2000, Noriyuki Haga, pindah ke GP500 (sekarang MotoGP).
Brivio ditunjuk Yamaha untuk membantu Haga debut di GP500 saat itu.
"Lalu di 2002, aku jadi Direktur Tim Yamaha, saat itu Lin Jarvis jadi Managing Director, jadi dia adalah bosku. Kami mengatur tim bersama, pembalapnya saat itu Max Biaggi dan Carlos Checa," lanjutnya.
"Yamaha memutuskan tak memakai Biaggi, kemudian kami merekrut Marco Melandri, jadi ada Melandri dan Checa. Tapi tahun 2003 buruk, kami tak meraih podium, tapi tim satelit Yamaha ada Alex Barros meraih podium di Le Mans saat wet race," jelasnya.
Saat itulah Brivio dan Jarvis memikirkan hal lain bagaimana memperbaiki performa Yamaha.
"Tahun itu buruk, tahun 2005 Yamaha berulang tahun yang ke-50. Jadi Yamaha ingin melakukan hal besar, dan akhirnya kami putuskan balapan dengan Valentino Rossi," ungkap Jarvis.
"Saat itu bingung juga, tim Yamaha tidak meraih podium di 2003. Saat itu Yamaha sedang di masa sulit. Akan ada anggapan jika Valentino gabung tapi Yamaha bisa menang, itu karena Valentino. Tapi jika gagal, maka itu karena Yamaha," jelas Brivio.
Namun Yamaha benar-benar serius saat itu untuk membuat perubahan.
Untungnya Yamaha terbantu dengan hubungan renggang Rossi dan Honda.
Setelah bergabung, Brivio mengungkap The Doctor membawa perubahan besar dan akhirnya bisa menjadi juara dunia.
Selain Rossi, Brivio, dan Jarvis, ada sosok Masao Furusawa sang mekanik yang membuat YZR-M1 menjadi motor kompetitif di MotoGP.
Saat Rossi meninggalkan Yamaha usai 2010 untuk gabung Ducati, Brivio juga keluar dari Yamaha.
Setelah menghilang beberapa tahun, pada akhir 2012 Suzuki memanggilnya untuk mempersiapkan come back ke MotoGP.
Baca Juga: Breaking News! Davide Brivio Resmi Tinggalkan Suzuki, Hengkang ke Tim Alpine F1
Dengan seluruh keterbatasan Suzuki, Brivio dengan kepemimpinannya bisa menjalankan penuh Suzuki di MotoGP 2015.
Sejak saat itu Brivio selalu memakai pembalap muda untuk skuatnya, dari Maverick Vinales hingga akhirnya ke Alex Rins dan Joan Mir dan berhasil meraih gelar juara di MotoGP 2020.
Bayangkan, awalnya jadi wartawan tapi bisa jadi bos tim MotoGP dan kini bos tim F1 loh sob!