GridOto.com - Beberapa waktu lalu dua pengusaha lembaga kursus mengemudi, Marcell Kurniawan dan Rosdiana Ginting mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Keduanya meminta peninjauan kembali terkaitnya syarat untuk mendapatkan SIM yang tertuang pada Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) No. 22 Tahun 2009.
Mereka mempersoalkan frasa 'atau belajar sendiri' dalam Pasal 77 ayat (3) UU LLAJ No.22 Tahun 2009 yang bertentangan dengan Pasal 31 ayat (3) UUD 1945.
Hal tersebut dianggap dapat menghambat adanya keseragaman kompetensi dalam sikap, pengetahuan dan keterampilan mengemudi sehingga menghambat penyelenggaraan sistem pendidikan nasional.
Melansir Otomotifnet.com, gugatan para pemohon tersebut ditolak oleh para Hakim MK.
"Amar putusan mengadili, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi, Anwar Usman didampingi para hakim konstitusi lainnya dalam sidang pengucapan Putusan Nomor 14/PUU-XVIII/2020, (25/6/20).
Hakim Konstitusi, Enny Nurbaningsih yang membacakan pendapat Mahkamah menyebutkan, penyelenggaraan pendidikan dapat dilakukan melalui berbagai jalur, yaitu jalur formal, nonformal dan informal.
"Ketiga jalur tersebut saling melengkapi satu sama lain dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan pendidikan nasional," jelasnya.
Baca Juga: Beredar Kabar Usia 15 Tahun Sudah Bisa Bikin SIM C? Ini Penjelasan Polisi
Selain itu frasa yang 'atau belajar sendiri' yang didalilkan pada Pasal 77 ayat (3) UU LLAJ bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Adanya frasa tersebut dianggap dapat menimbulkan ketidakadilan bagi output lembaga kursus dan pelatihan para Pemohon.
Menurut MK, pertentangan tersebut pada pokoknya adalah sama yaitu adanya anggapan terjadi ketidakpastian hukum terhadap output lembaga kursus dan pelatihan tempat usaha para Pemohon.
Yang menjadi objek atau tujuan untuk memperoleh kompetensi mengemudi, dalam hal ini SIM, segala aturan mengenai syarat, jenis, serta lembaga yang berwenang menerbitkan SIM tersebut telah jelas diatur dalam Pasal 77, Pasal 80, Pasal 81, Pasal 84, Pasal 85, Pasal 86, Pasal 87, dan Pasal 88 UU LLAJ.
Baca Juga: Takut Hilang Tercecer, Boleh Gak Berkendara Cuma Bawa Fotokopi SIM dan STNK? Ini Kata Polisi
Dengan demikian sudah jelas bahwa apapun bentuk kompetensi yang menjadi output dari lembaga pendidikan pelatihan, selama calon pengemudi tersebut tidak lulus ujian mengemudi, maka tidak lulus syarat untuk mendapatkan SIM.
Khususnya untuk calon pengemudi yang belajar di lembaga pendidikan dan pelatihan.
Namun sebaliknya, jika seseorang yang belajar sendiri ternyata berdasarkan hasil ujian mengemudi dinyatakan memiliki kompetensi yang cukup maka hasilnya harus diakui dan tidak dapat dikatakan tidak sah atau tidak valid.
Selain itu, menurut Mahkamah, untuk berbagai jenis keahlian jika seseorang yang belajar sendiri dapat lulus ujian standardisasi layaknya seseorang yang melalui pendidikan dan pelatihan resmi atau dilatih tenaga profesional, bukan berarti terjadi ketidakpastian terhadap akreditasi tenaga pelatih dan instruktur dimaksud.
Baca Juga: Street Manners: Cara Nyalip Aman Saat ‘Kehalang’ Mobil Belajar Mengemudi
Oleh karena itu, Mahkamah berpendapat bahwa negara tidak mungkin melarang warga negaranya untuk memperoleh keahlian dengan belajar sendiri tanpa melalui lembaga yang terakreditasi.
Karena ukuran kompetensi adalah pada ujian yang telah ada standarnya, bukan dengan cara apa kompetensi tersebut diperoleh.
"Berdasarkan pertimbangan tersebut, dalil para Pemohon tentang frasa atau belajar sendiri dalam Pasal 77 ayat (3) UU LLAJ bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 adalah tidak beralasan menurut hukum," tegas Hakim Konstitusi, Daniel Yusmic P. Foekh yang juga membacakan pendapat Mahkamah.
Artikel ini telah tayang di Otomotifnet.com dengan judul "MK Tolak Gugatan Lembaga Kursus Nyetir, Belajar Mengemudi Sendiri Tetap Bisa Dapat SIM"