GridOto.com - Demi menyaingi Reli Paris-Dakar yang legendaris, ternyata sempat ada pembicaraan soal Reli Sydney-Jakarta lho!
Kisahnya dimulai pada tahun 1992, di Indonesia memang belum ramai event otomotif berskala internasional yang besar.
Kalau mau diingat, MotoGP baru digelar tahun 1997 sedangkan jet darat F1 bahkan belum kesampaian hingga tulisan ini dibuat tahun 2020.
Tapi balik lagi deh, OtoJadul akan membahas soal reli yang kala itu direncanakan melintasi dua negara sejauh 11 ribu km.
Dimuat di Tabloid OTOMOTIF edisi 06/II yang terbit Senin 15 Juni 1992, ide pementasan reli Sydney-Jakarta (SJ), tercetus tahun 1990 atas usulan salah satu konsultan sport dari Australia.
Tujuannya, ingin mempererat hubungan kedua negara melalui olahraga bermotor. Badan itu lantas terbang ke Indonesia mencari tokoh otomotif yang bisa diajak kerjasama.
Bob Carpenter selaku pimpinan perlombaan, lantas bertemu Maher Algadri dan Helmy Sungkar.
Rencananya saat itu, reli SJ akan digelar 15 Agustus hingga 5 September 1993, menempuh jarak 11.000 km.
Rinciannya, Australia kebagian 7.000 km dengan 28 SS ditempuh 12 hari. Sedang Indonesia sisanya dengan 11 sampai 12 SS selama 9 hari.
Setelah sepakat, kedua pihak mendirikan badan usaha untuk melaksanakan reli dan sekaligus sebagai perwakilan.
Bob mengibarkan bendera Australindo Motorsport Pty, Ltd., sedang Indonesia mendirikan PT Khatulistiwa Antar Lintas.
Survei pertama pun dilakukan dari bulan September 1991. Medan yang dipilih Pulau Sumatera. Namun dibatalkan lantaran terbentur masalah transportasi.
Untuk mengangkut kendaraan peserta dari Darwin ke Sumatera, menghabiskan waktu 48 jam. Belum lagi penyeberangan dari Bakauheni ke Merak.
Pilihan berikutnya dialihkan ke wilayah Indonesia bagian Timur. Dalam survei kedua yang dimulai 27 Mei hingga 8 Juni 1992, jurnalis tabloid OTOMOTIF mendapat kesempatan ikut bersama rombongan yang terdiri dari Bob, Maher, Helmy Sungkar, Hari Sanusi, Hadi, dan Ade.
Dengan dua Land Rover Defender, survey dimulai dari Larantuka, Flores (NTT) menuju Sumbawa (NTB) melewati pesisir utara dan selatan. Kemudian dilanjutkan ke Denpasar melalui Lombok.
Beda dengan Sumatera, untuk sampai ke Bali harus menyeberang lautan sebanyak tiga kali. Yakni Labuhan Bajo-Sape (9 jam), Pototano-Kayangan (Lombok) sekitar 1,5 jam, dan Lembar (Lombok)-Padang Bai (Bali) sekitar 4 jam.
Namun bila ditambah dengan penyeberangan dari Kupang ke Larantuka serta yang di Gilimanuk, seluruhnya belum mencapai 48 jam.
Setelah menginap semalam di Bali, perjalanan dimulai lagi ke daerah Jawa Timur dengan sasaran gunung Bromo.
Dari situ tim survei memilih jalur selatan menuju Jawa Tengah. Beberapa obyek wisata seperti Candi Borobudur, Candi Mendut, dan perkebunan teh Pengalengan di Jawa Barat akan dilewati.
'Beautiful" puji Bob Carpenter mengenai rute di Indonesia. Namun ia belum bisa memastikan rute mana saja yang bakal dipakai.
Karena survey kedua ini sifatnya pengenalan medan.Bob merasa yakin kalau proyek yang menelan biaya sekitar Rp 4 milyar itu bakal meraih sukses.
Bahkan Bob punya bayangan reli ini bisa menandingi reli akbar milik Thierry Sabine Organization (TSO).
"Untuk sementara ini, SJ ditargetkan menjadi kedua terbesar di dunia setelah reli Dakar (yang tahun 1993 itu disebut reli Paris-Cape Town (PC)). Tapi, dua atau tiga tahun mendatang, saya rasa kita sudah di depan," ucapnya.
Bob Bukan sekadar membual. Keyakinannya itu, lantaran reli ini memiliki beberapa keunggulan. Terutama di soal rute, tidak akan membosankan peserta.
Justru sebaliknya, bisa membangkitkan semangat tempur. Bagaimana tidak. Reli ini akan melewati medan bervariasi disertai keindahan alam yang sangat komplet.
"Dari Sydney sampai Darwin, peserta melintasi medan salju, jalan berbatu dan tanah keras. Tapi kondisi seperti itu hanya 20 persen saja. Sedang 80 persennya, merambah gurun pasir nan luas yang berada 8 hingga 10 meter di bawah permukaan Iaut," papar Bob.
Di sini peserta dituntut keberaniannya untuk mengembangkan kecepatan maksimum, yang bisa mencapai 250 km/jam. Terutama di dua SS paling panjang yang mempunyai jarak 300 km.
Ketika masuk ke Indonesia, peserta berhadapan dengan medan dan pemandangan yang sungguh lain. Hampir sebagian besar rute berada pada ketinggian 1.500 meter di atas permukaan Iaut.
Terlebih antara Larantuka sampai Ende, ada yang mencapai 1.700. Di situ peserta akan dapat menikmati, betapa indahnya panorama yang masih alami dengan aneka macam budaya masyarakatnya.
Bahkan pada rute tertentu menyisir pantai. Dari lautan, peserta kemudian dapat menikmati sejuknya udara pegunungan dan perkebunan. Kondisi itu ditemui mulai dari Pulau Dewata (Bali) sampai finish di Jakarta.
"Beda dengan PC. Sudah rutenya sangat berbahaya, ditambah ada beberapa negara yang dilalui terlibat konflik senjata. Kejadian seperti itu juga terdapat dalam reli Pharaoh di Mesir dan Paris-Moskow-Beijing. Sedang di SJ tidak ada," tandas Bob.
Ini yang menbuat dirinya yakin relinya bakal besar.
Baca Juga: Otojadul: Honda X-Wing, Motor Berteknologi Luar Angkasa pada 20 Tahun Lalu, Videonya Bikin Kagum
Selain rute, di soal peserta, Bob juga yakin. Dalam pementasan pertama, jumlahnya bisa mendekati PC. Ia memperkirakan akan diikuti sekitar 250 kendaraan terdiri dari 150 mobil dan 100 sepedamotor.
Untuk tiap mobil, dikenakan biaya pendaftaran Rp 8 juta lebih. Sedang sepeda motor Rp 5 juta lebih.
Mahal memang. Tapi tim tangguh seperti Citroen, Mitsubishi, Toyota, Nissan, Mazda, Isuzu, dan Subaru sudah menyatakan kepastian untuk ikut.
"Bahkan juara Paris-Cape Town 1991, Hubert Auriol dari Prancis memastikan diri. Termasuk juga Bjorn Waldegard (Swedia), Pierre Lartique (Prancis), Jacky Ickx (Prancis), Ari Vatanen (Finlandia), Kenjiro Shinozuka (Jepang), Kenneth Ericsson (Inggris), dan Patrick Tambay (Prancis)," jelas Bob.
Pereli kaliber dunia ini akan berlaga di kelas T3 (kendaraan prototipe). Sedang peserta lain yang berdatangan dari 16 negara boleh memilih.
Selain T3 jugaada T1 (mobil standar yang sudah homologasi) dan T2 (mobil yang dimodifikasi, tapi sudah homologasi).
Sedang motor dipertandingkan kelas G (standar), H (modifikasi) dan I (Prototipe).
Sayang hingga saat ini Reli Sydney-Jakarta belum juga terealisasi. Adakah yang ingin membangkitkannya lagi?