Jadi, tugas perangkat ini adalah mengatur jumlah dan juga arah aliran udara yang menghantam kendaraan saat melaju.
Mengatur aliran udara berarti mengatur besarnya down force sekaligus akibat yang ditimbulkan down force itu sendiri.
Dengan down force yang tinggi, kendaraan bisa melaju lebih stabil karena lebih melekat dengan permukaan aspal atau jalan.
Jadi simpelnya, untuk menambah down force, aliran udara di atas perangkat aerodinamika harus lebih lambat dibanding di bawah.
Begitu juga sebaliknya jika ingin mengurangi down force
(Baca Juga : Antonio Giovinazzi Kena Penalti Mundur 10 Grid Start di F1 Azerbaijan)
Tapi down force yang besar tidak selalu 100% bagus.
Down force yang tinggi tentu berpengaruh membuat kendaraan semakin berat.
Jika terlalu berlebihan, berpengaruh ke suspensi dan ke daya tahan ban juga, dan banyak konsekuensi lainnya.
Padahal di ajang balap, keawetan ban juga jadi titik penting.
Makanya di sini fungsi utama perangkat aerodinamika, yakni untuk mengatur agar kendaraan mendapat down force sesempurna mungkin.
Kalau di kendaraan produksi massal yang dipakai di jalan raya, perangkat aerodinamika tidak semaju di dunia balap.
Kebanyakan perangkat tersebut untuk menjaga keselamatan dan keamanan saja, bukan untuk kecepatan, selebihnya ada yang cuma untuk gaya-gayaan saja, kebanyakan.
Contoh kendaraan yang memakai konsep aerodinamika adalah pesawat terbang.
(Baca Juga : Punya Gaya Balap Berbeda, 2 Mobil Tim Ferrari F1 Dibikin Beda)
Bisa terbangnya pesawat terbang ini tidak cuma karena mesin saja, tetapi juga peran penting aerodinamika.
Agak berkebalikan dengan kendaraan di darat, pesawat bisa terbang karena besarnya gaya tekan ke atas.
Di pesawat terbang, perangkat aerodinamikanya biasanya terpasang di sayap dan sirip belakang.
Perangkat aerodinamika di pesawat terbang bisa diatur gerakannya.
Pengaturan perangkat aerodinamika di pesawat ini untuk mengatur pesawat mau terbang lebih tinggi atau lebih rendah.
Paham kan?