GridOto.com - Kini pemerintah provinsi Jakarta sudah punya peluang menerapkan aturan pembatasan kendaraan.
Sebab Presiden Prabowo Subianto telah mencabut status Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) dari Jakarta dan menetapkannya sebagai Daerah Khusus (DK) melalui Undang-Undang Nomor 151 Tahun 2024.
Namun meski sudah ada peluang, ada pihak yang menilai ramuan pembatasan kendaraan di Jakarta akan gagal.
Yakni Ketua Institut Studi Transportasi (Instran), Darmaningtyas beranggapan penerapan aturan baru seperti ini membutuhkan proses panjang dan tidak serta-merta efektif.
"Kebijakan pembatasan jumlah kendaraan memang bagus, tetapi ada langkah yang lebih efektif dan jelas bisa dilakukan sekarang. Misalnya, menegakkan aturan soal tarif parkir yang mahal sebagai disinsentif bagi yang tidak membayar pajak," katanya saat dihubungi, (9/12/24) dilansir dari Kompas.com.
"Kemudian memperketat pajak kendaraan, sehingga yang belum bayar pajak tidak bisa membeli BBM bersubsidi, serta memastikan pelaksanaan Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang kewajiban memiliki lahan parkir," katanya.
Saran tersebut sejalan dengan kondisi rendahnya tingkat kepatuhan membayar pajak kendaraan di Jakarta.
Baca Juga: Status DKI Dicabut Dari Jakarta, Pembatasan Usia Kendaraan Potensi Berlaku
Menurut Darmaningtyas, lebih dari 50 persen pemilik kendaraan di kawasan ini belum melakukan balik nama dan tidak membayar pajak.
"Tidak semua kendaraan di Jakarta bayar pajak. Tingkat kepatuhan membayar pajak di DKI itu masih rendah. Kalau pajak diperketat dan kendaraan yang tidak bayar pajak tidak diizinkan mengisi bahan bakar, itu akan sangat efektif," ujarnya.
Darmaningtyas juga menyoroti Perda Nomor 5 Tahun 2014, yang meskipun sudah lama disahkan, belum berjalan secara optimal.
"Pada Perda itu sudah diatur bahwa untuk memiliki mobil, seseorang harus menguasai lahan parkir. Namun sampai sekarang belum benar-benar dijalankan," tuturnya.
"Kalau itu dilaksanakan, ditambah tarif parkir mahal, otomatis masyarakat akan beralih, dengan catatan moda transportasinya sudah baik," jelasnya.
Ia menegaskan, penerapan kebijakan yang sudah ada dapat memberikan dampak nyata dalam waktu singkat dibandingkan dengan menerapkan kebijakan baru yang memerlukan waktu lama untuk sosialisasi dan implementasi.
"Yang penting adalah konsistensi penegakan aturan yang sudah ada. Kalau ini diterapkan dengan serius, jumlah kendaraan pribadi bisa berkurang signifikan tanpa harus menunggu aturan baru seperti pembatasan jumlah kendaraan," ujar dia.
“Jadi, bukan sekadar menutup satu lubang di satu titik saja, tetapi aturan yang ada benar-benar harus dijalankan lebih dahulu," kata Darmaningtyas.
Editor | : | Hendra |
KOMENTAR