GridOto.com - Belakangan terjadi polemik di Pulau Bali terkait serbuan ojek dan taksi online berpelat nomor Non DK.
Merasa dirugikan, stakeholder angkutan online atau Angkutan Sewa Khusus (ASK) yang terdiri dari aplikator operator juga koperasi ojek online ikuti rapat di Kantor Dinas Perhubungan (Dishub) Bali membahas hal tersebut, (9/12/24).
Turut hadir juga pada rapat tersebut, Anggota DPR RI dari Bali, I Nyoman Parta.
Ia membeberkan terdapat persoalan yang menyebabkan timbulnya permasalahan pelat non DK beroperasi di Bali.
Menurut Nyoman Parta, salah satu di antaranya, dicabutnya Perda nomor 8 Tahun 2000 yang mengatur tentang batasan kendaraan yang boleh masuk Bali.
"Juga keharusan melakukan register, jadi kalau kalian (sopir non Bali) sudah sampai tiga bulan di sini harus mencatatkan bahwa bukan wisatawan yang hanya 3 hari membawa mobil di sini, tetapi sudah berproses di sini. Nah maksudnya adalah agar menuju ke pelat Bali," kata Nyoman Parta.
Parta menekankan mengapa harus kendaraan bepelat Nomor Bali?
Baca Juga: Kisruh Opang Vs Ojol di Pasir Impun Bandung, Ada Tuntutan Ganti Rugi Rp 1,35 Miliar
Sebab, mereka bekerja di Bali dan dengan membawa kendaraan pelat non Bali dapat membuat kemacetan di Bali karena otomatis mereka menggunakan jalan di Bali.
Selain itu, pembayaran pajak kendaraan mereka otomatis sesuai dengan daerah asal pelat mereka.
Sementara, pengusulan kuota BBM yang digunakan di Bali ini juga dasarnya adalah jumlah kendaraan plat Bali untuk mendapatkan sejumlah BBM Pertamax, Biosolar, Petralite dan lain sebagainya.
"Jadi ketika kalian tiba-tiba masuk ke SPBU telah itu habis ya karena memang kuotanya juga dipergunakan oleh (kendaraan,-red) pelat-pelat non Bali," tuturnya.
"Masyarakat harus aktif memberikan laporan agar melaporkan pelat non Bali itu bukan dalam rangka tertib administrasi, dalam rangka juga kita punya data yang, jadi berapa kendaraan di Bali? Kalau dihitung hanya kendaraan Bali saja pasti tidak akurat datanya, oleh karena itu kalau ada mobil plat luar, ya sedapat mungkin selanjutnya agar berplat Bali,” jelas Parta.
Parta pun menyarankan ada batasan kendaraan plat non DK dengan tujuan untuk melakukan administrasi agar tertib.
Selain itu juga untuk mendapatkan data berapa sesungguhnya kendaraan yang ada di Bali.
Baca Juga: Sopir Angkot Sukabumi Minta Jam Kerja Ojol Dibatasi, Dishub Bilang Begini
Juga agar tidak terlalu banyak kendaraan yang melebihi kuota mobil-mobil yang ada di Bali, karena jalan di Bali sempit.
Jika ada kendaraan karena faktor perdagangan jual beli juga tetap dibatasi, agar dihidupkan kembali Perda tentang pembatasan kendaraan luar masuk Bali, dilakukan pembatasan kendaraan luar berapa lama sudah harus berpelat Bali.
"Jadi dua ya pembatasan mobil yang masuk ke Bali artinya umurnya dibatasi, kalau sudah tua-tua nanti di jalan macet, tikungan macet gitu. Jadi mobil yang datang ke Bali itu adalah mobil-mobil yang tidak tua," kata Parta.
"Kedua adalah ketika sudah sampai di Bali dan kendaraan berproses di Bali adalah jual beli kan ada showroom beli mobil di Jakarta atau pribadi beli mobil di Jakarta, jadi yang boleh masuk itu adalah kendaraan umur sekian," tuturnya.
"Kedua adalah mobil yang berpelat non Bali terus dibeli di Bali atau tidak dibeli di Bali tapi bekerja di Bali itu dalam jangka waktu tiga bulan atau maksimal 6 bulan harusnya sudah berpelat (nomor,-red) Bali," ujarnya.
Pada pertemuan tersebut, Dishub menjelaskan aturan yang harus dilakukan semua pihak baik aplikator operator dan hubungan operator dengan pemilik kendaraan karena sebagian besar angkutan sewa khusus (ASK) dijalankan Koperasi.
Kepala Dishub Provinsi Bali, IGW Samsi Gunarta mengatakan, perlu adanya fungsi pengawasan terhadap perorangan yang menjalankan bisnis (transportasi online) dan memang ini diorganisasikan dalam Koperasi.
Baca Juga: Viral Isi Pertamax di SPBU Ditagih Biaya Admin, Pertamina Lakukan Ini
"Kita tidak bisa melarang kendaraan luar masuk Bali karena sistem nasional, kita juga tidak bisa melarang orang bekerja di Bali namun ada ketentuannya dan kemudian kalau masuk online diharuskan paling tidak (sopir) domisili Bali," ujarnya.
"Yang dijelaskan bahwa mereka (sopir luar Bali) tidak bisa beroperasi di Bali kalau menggunakan aplikasi, yang sulit itu kalau mereka tidak ada di sistem itu, kalau di luar sistem tidak menggunakan aplikasi silahkan tapi tidak ada di market place," imbuhnya.
Hasil dari pertemuan tersebut, stakeholder angkutan online atau angkutan sewa khusus (ASK) yang terdiri dari aplikator operator juga koperasi sepakat bersama untuk menegakkan aturan berkaitan dengan jika menemukan kendaraan pelat non DK dan sopir luar pada ASK atau para ojek online dapat melakukan pelaporan agar akun ojek online tersebut di-suspend (ditangguhkan).
"Secara sistem tidak memungkinkan (melarang kendaraan pelat non DK masuk Bali) kalau ada laporkan saja, sistem peluangnya tidak ada kecuali kalau yang merekomendasikan Koperasi, jadi dia (biasanya supir luar Bali) direkom dan dapat aplikasi," tandasnya.
Editor | : | Hendra |
KOMENTAR