"Rem blong ini ditandai dengan tidak adanya jejak pengereman (skid mark) di aspal serta pengakuan pengemudi bahwa remnya blong, terasa di kaki menginjak pedal," bilang investigator senior KNKT ini.
Menurut Wildan pada beberapa kasus, tidak adanya jejak pengereman tidak selalu menjadi bukti rem blong.
"Karena pada kendaraan antilock braking system (ABS) pada saat melakukan pengereman juga tidak akan meninggalkan jejak," jelasnya.
Sementara kegagalan pengereman, terjadi karena jarak pengereman dibutuhkan jauh lebih panjang dari yang seharusnya.
Kegagalan pengereman dipicu dua hal, pertama muatan yang berat, kedua kecepatan tinggi.
Dalam rumus fisika sederhana dapat dijelaskan, Usaha Pengereman (W) untuk menghentikan gerakan kendaraan adalah sebagai berikut :
W = 1/2 M x (V)2, dimana W = F x S, dari rumus ini persamaannya menjadi F x S = 1/2 M x (V)2.
Dimana, S adalah jarak pengereman dan F gaya pengereman.
Dengan gaya pengereman yang sama, jika muatannya lebih berat dari yang seharusnya (overload) dan atau kecepatannya lebih tinggi, maka jarak pengereman dibutuhkan akan berkali lipat dari yang seharusnya.
Kegagalan pengereman ini ditandai dengan adanya jejak pengereman (skid mark) pada aspal dan pengakuan pengemudi yang bisa melakukan pengereman tapi kendaraan tidak berhenti.
Terhadap kasus kecelakaan truk di Cipularang ini, pihak KNKT menurut Wildan belum bisa menyimpulkan apakah karena rem blong atau kegagalan pengereman.
"Salah satu kunci untuk menentukan dari kedua hal di atas adalah pengakuan sopir. Hingga saat ini KNKT belum bisa mewawancarai sopir," tutup Wildan.
Editor | : | Hendra |
KOMENTAR