GridOto.com - Beredar di media sosial terkait data ketinggian di permukaan jalan Tol Cikampek-Purwakarta-Padalarang (Cipularang).
Hal ini menyusul banyaknya kecelakaan di jalan tol yang kerap disebut sebagai jalur tengkorak ini.
Terbaru, truk bermuatan kardus mengalami rem blong hingga menabarak belasan kendaraan di KM 92, tepatnya pada Senin (11/11/2024).
Di samping banyaknya masyarakat yang mengaitkan Tol Cipularang dengan hal mistis, data menunjukkan bahwa jalan tersebut memang menyimpan potensi bahaya karena elevasi yang curam.
Elevasi merupakan ketinggian suatu tempat terhadap daerah sekitarnya (di atas permukaan laut).
Dalam unggahan itu dijelaskan, bahwa Tol Cipularang pada KM 97 masih berada di ketinggian 540 m di atas pemukaan laut.
Kemudian di KM 92, permukaan jalan berada di ketinggian 326 m di atas permukaan laut.
Artinya, antara KM 97-KM 92 memiliki selisih ketinggian 214 meter.
Data tersebut berdasarkan kajian seorang ilmuan yang merupakan alumni Matematika Institut Teknologi Bandung (ITB) bernama Ikang Fadhil.
Baca Juga: Viral Wajah Sopir Truk Maut Cipularang Usai Kejadian, Lemas dan Tersengal-sengal
"Jawaban berdasarkan kajian seorang data Scientist mas Ikang Fadhil alumni Matematika ITB, ternyata elevasinya sangat curam.
Selisih ketinggian 540 m di atas permukaan laut ke 326 m adalah 214 meter! Betapa dahsyatnya, mobil tanpa di gas pun akan meluncur kencang karena seperti dijatuhkan dari ketinggian 214 meter.
Maka sering terjadi remblong, padahal kendaraan terkena dampak momentum yang luar biasa.
Kecepatan Luncur tinggi dikali bobot kendaraan yang berat akhirnya rem sekuat apa pun tidak mampu menahan kendaraan anda.
Jadi waspadalah!! Ada turunan bukan untuk memacu kendaraan tapi justru segera turunkan gigi persneling mopbil anda dan meluncurlah dengan perlahan, gunakan engine brake. Sesekali di rem supaya tidak terlalu cepat meluncur," tulis postingan tersebut.
Lebih lanjut, Instruktur Asesor & Investigator LLAJ ; road Safety Commision Ikatan Motor Indonesia (IMI), Erreza Hardian membenarkan hal tersebut.
Menurutnya, pada jalan menurun gerak translasi (gerak berpindah tempat) bukan berasal dari gerakan mesin, melainkan dipicu oleh pengaruh gaya gravitasi bumi yang besarnya signifikan dengan ketinggian suatu tempat dan massa kendaraan.
Artinya, kecepatan putaran roda justru dipengaruhi oleh ketinggian suatu tempat dan massa kendaraan beserta muatannya.
"Semakin besar perbedaan ketingggian antara dua tempat, semakin berat kendaraannya, maka akan semakin besar gaya dorong yang akan memicu kendaraan meluncur dari atas
ke bawah," ujar Reza kepada GridOto.com, Rabu (13/11/2024).
Ia menjelaskan, di jalan menurun setiap pengemudi truk atau bus anti menginjak pedal gas, karena fungsi tenaga mesin di sini berbeda di mana kalau di jalan datar mesin berfungsi untuk memutar roda.
Maka pada jalan menurun mesin justru berperan menahan putaran roda (engine brake) agar kendaraan tidak meluncur tertarik oleh gaya gravitasi bumi.
"Pengereman di jalan menurun dengan menggunakan service brake atau rem pedal sangat berbahaya, karena proses pengereman tidak akan menghilangkan energi yang mendorong kendaraan dan hanya mengurangi putaran roda sesaat,"paparnya.
"Sehingga saat pedal rem diangkat roda akan berputar lebih cepat lagi dan hal ini akan memaksa pengemudi melakukan pengereman panjang terus menerus, inilah yang memicu terjadinya kegagalan pengereman," sambung Reza.
Oleh sebab itu, setiap pengemudi harus memahami bahwa pada saat truk dan bus melalui jalan menurun, harus menggunakan rem pembantu untuk memperlambat kendaraan, dan tidak menggunakan rem utama.
"Pengemudi juga perlu upgrade skill supaya bisa mengatasi jalan yang semacam ini," pungkas Reza.
Editor | : | Hendra |
KOMENTAR