GridOto.com - Sejumlah pabrik karoseri lokal kini mulai merakit bodi bus listrik di Tanah Air.
Karena merupakan hal baru, ada beberapa tantangan yang kerap mereka hadapi saat membangun bodi bus listrik.
Menurut Indra Soedjoko, CEO karoseri Piala Mas, tantangan terbesar dalam membangun bus listrik adalah menentukan material bodi agar bobot keseluruhan kendaraan menjadi ringan.
"Kalau tantangannya sebenarnya hampir sama dengan yang konvensional. Cuma yang berbeda itu kalau untuk bus EV mungkin harus memperhatikan masalah efisiensi berat dari bodi," ucap Indra saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (8/11/2024).
Bukan tanpa alasan, sebab bus listrik memiliki baterai besar yang bobotnya berat.
Jika menggunakan material bodi yang sama seperti bus konvensional, maka bobot keseluruhan kendaraan akan sangat berat.
"Jadi mungkin kami akan mencari formula yang dimana bodi ini bisa ringan karena sudah terkandung baterai yang cukup berat," tuturnya.
Pria asal Malang ini menambahkan, pihaknya sudah membuat prototipe bodi bus listrik menggunakan bahan alumunium atau pilihan keduanya adalah stainless steel.
Lewat pengunaan bahan tersebut, efisiensi bobot diklaim bisa menyusut hingga 500 kilogram.
Baca Juga: SAG Tunggu Restu Prinsipal Terkait Komponen Baterai di Bus Listrik Mereka
Tapi, di sisi lain penggunaan bahan tersebut membuat biaya produksi jadi lebih tinggi.
Meski tak mau menyebut angka pasti, Indra memastikan bahwa ongkos pembuatan bus listrik menelan biaya lebih mahal.
"Ongkos produksinya pasti lebih mahal. Kalau dengan yang konvensional bisa lebih mahal berkisar 30 persen," tukasnya.
Hal senada juga pernah diungkapkan ole Stefan Arman, Technical Director Karoseri Laksana, saat ditemui di ajang GIIAS 2024.
Stefan menyebut, tantangan terbesar membangun bus listrik adalah membuat bodi menjadi seringan mungkin.
"Kalau secara sasis sih memang lebih simpel, karena enggak ada transmisi, engine juga enggak ada, tetapi dari bodi tantangannya adalah bagaimana bisa melakukan kompensasi berat baterai-nya," tuturnya.
Lebih jauh, Stefan menyebut efisiensi bobot juga berkaitan dengan regulasi pemerintah yang membatasi berat maksimal bus ukuran 12 meter adalah 16 ton.
"Sedangkan sekarang sasis bus listrik dan bus diesel, itu selisih beratnya hampir tiga ton, lebih berat bus listrik karena baterainya memang sangat berat," jelasnya.
"Dengan regulasi yang sama, sasis lebih berat tiga ton, akhirnya bodinya yang harus dikompensasi, harus lebih ringan. Karena kalau tidak nanti kapasitas penumpangnya akan berkurang banyak," lanjutnya.
Editor | : | Dida Argadea |
KOMENTAR