Sayangnya, lokasi penemuan goa stalagmit dan stalagtit tersebut ditutup.
Berdasarkan informasi warga, di atas lahan tersebut sebelumnya area persawahan yang digunakan untuk bercocok tanam.
Sementara itu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), menerangkan alasan ditutupnya goa aktif tersebut.
DLH Kabupaten Gunungkidul akan berkoordinasi dengan ahli Universitas Gadjah Mada (UGM) terkait penemuan gua di proyek JJLS di Planjan, Saptosari tersebut.
"Kita sudah koordinasi dengan Prof Eko (Guru Besar Bidang Ilmu Geomorfologi Fakultas Geografi UGM Eko Haryono), harapannya ada kajian memberi jawaban tindak lanjut atas temuan gua tersebut," kata Kepala DLH Gunungkidul, Harry Sukmono saat dihubungi melalui telepon, (16/10/24) melansir Kompas.com.
Dikatakan Harry, sementara kawasan gua yang memiliki keindahan ini ditutup setelah berkoordinasi dengan pelaksana jalan, dan arahan dari pihak terkait.
Baca Juga: Yogyakarta Bakal Punya Kelok 18 di Perbatasan Gunungkidul-Bantul
Hal ini untuk mengurangi risiko, dan menunggu kajian kelayakan untuk dikunjungi atau tidak.
"Belum ada kepastian risiko terhadap masyarakat yang akan berkunjung ke situ, dan juga resiko kepada alam itu karena potensi terjadi kerusakan terhadap fenomena geologi itu yaitu terjadi vandalisme terhadap gua," kata Harry.
Saat ini mulut gua sudah ditutup menggunakan tumpukan batu.
Sementara itu Guru Besar Geomorfologi Fakultas Geografi UGM, Prof. Eko Haryono, menjelaskan, goa itu memiliki stalaktit dan stalagmit yang masih aktif.
"Dari video terlihat, stalaktit dan stalagmitnya masih berwarna putih dan airnya masih menetes. Ini tanda bahwa pembentukannya masih berjalan," kata Profesor Eko saat dihubungi, (17/10/24) disitat dari Kompas.
Eko juga menambahkan, dirinya berencana akan mengunjungi goa itu dan melakukan sejumlah pengamatan.
Salah satu alasannya adalah untuk memastikan struktur dan sistem goa tidak rusak.
Baca Juga: Pakar Kasih Tips Buat yang Mau Libur Nataru Lewat Jalur Selatan Jawa
"Penelitian ini fokus memetakan sistem goa, mengecek suhu, kadar CO2, dan daya dukung untuk wisata agar tidak merusak lingkungan," katanya.
"Kalau nanti digunakan untuk wisata, kita perlu perhatikan daya dukung dan risiko kerusakan. Material di dalam goa mudah pecah dan gores," tambah Eko.
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR