Setelah mendapatkan keterangan tersebut, anggota Polsek Sewon menyarankan untuk melakukan mediasi di lokasi.
"Atas permasalahan tersebut dan disepakati pengendara menyerahkan unit mobil tersebut dan pihak debt collector memfasilitasi pengendara untuk pulang ke Jombang," kata Jeffry.
Jeffry mengatakan, pihaknya mengimbau warga untuk melapor ke polisi jika ada penagih utang melakukan tindakan melampaui batas dan melanggar hukum.
Dia mengatakan, ada tiga hal yang tidak boleh dilakukan oleh penagih utang, yakni menggunakan cara ancaman, melakukan tindakan kekerasan yang bersifat mempermalukan, dan memberikan tekanan baik secara fisik maupun verbal.
"Jika hal tersebut dilakukan, debt collector dapat dikenakan sanksi pidana. Sementara pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) yang menggunakan jasa debt collector tersebut dikenakan sanksi administratif oleh OJK," kata dia.
Jeffry mengatakan, konsumen berhak melihat kartu identitas, sertifikat profesi di bidang penagihan dari Lembaga Sertifikasi Profesi di bidang pembiayaan yang terdaftar di OJK, surat tugas dari perusahaan pembiayaan, bukti dokumen debitur wanprestasi, dan salinan sertifikat jaminan fidusia dari debt collector.
Hal tersebut mengacu pada POJK Nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan.
Sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), hanya pengadilan negeri (PN) yang bisa melakukan penegakan UU Fidusia berupa penarikan kendaraan yang kreditnya macet.
Hal itu apabila terjadi wanprestasi pembayaran.
"Konsumen untuk taat terhadap isi kontrak dan menghindari wanprestasi atau lalai memenuhi janji, guna terhindar dari debt collector. Konsumen harus bijak, berkomitmen, dan bertanggung jawab," kata dia.
Baca Juga: Viral Anggota TNI Usir Debt Collector di Depok, Simak Beda DC Asli dan Gadungan
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR