Zaenal Abidin dari Probolinggo, adalah yang mampu membawanya menyodok sampai posisi 8 dari total 41 starter.
"Padahal kami belum memakai part racing, kuncinya cukup memaksimalkan korekan mesin dan kompresi," kata Sarwo Sugeng, yang saat itu menjabat manajer Loncini Prima Motor Ngagel Jaya Surabaya, dikutip dari tabloid OTOMOTIF edisi No.50/X Senin, 23 April 2001.
"Meski buatan China, jika settingannya pas larinya juga kenceng kok," timpal Agus Prasetyo, mekanik Beijing tunggangan Bambang Pamor asal Kota Pahlawan.
Selain Loncini, merek mocin Beijing juga cukup garang di ajang itu.
Dibesut oleh Avik Baja dari Tulungagung, mengandalkan karburator mikuni kotak 24 mm, main-jet 185 dan pilot-jet 30, ia mampu merebut tempat pertama di kelas khusus mocin.
Ajang ini sedikit banyak jadi jawaban jadi jawaban akan ketangguhan dapur pacu mocin yang turun dalam GGBRR.
Bagaimana tidak, total panjang sirkuit dadakan yang harus dilahap mencapai 1,2 km, dan harus ditempuh sebanyak 4 putaran.
Kenyataan ini sekaligus sebagai bukti, bahwa mocin sebenarnya layak dan mampu bersaing dengan motor buatan Jepang.
Meski, memang banyak juga mocin dengan merek yang kualitasnya terbukti bobrok, sehingga ikut andil mempengaruhi merek-merek yang kualitasnya baik.
Baca Juga: Pantas Laris, Segini Beda Harga Mocin Vs Motor Jepang Tahun 2000
Editor | : | Dida Argadea |
KOMENTAR