GridOto.com - Pemerintah Indonesia sedang mempertimbangkan peningkatan insentif untuk kendaraan hibrida (HEV) guna mempercepat tujuan netralitas karbon pada 2060.
Namun, langkah ini dklaim bisa menjadi boomerang dan menghambat ambisi Indonesia menjadi pusat kendaraan listrik (BEV) di ASEAN.
Dengan aset penting seperti cadangan nikel besar, pasokan listrik tinggi, dan sumber energi terbarukan melimpah, insentif untuk mobil hybrid dapat menghambat upaya percepatan produksi dan adopsi kendaraan listrik.
Meskipun mobil hybrid Indonesia dapat membantu mengurangi emisi dalam jangka pendek, fokus yang berlebihan pada HEV bisa mengalihkan perhatian dari investasi jangka panjang dalam teknologi BEV.
Hal tersebut seperti disampaikan oleh Pengamat Politik dan Kebijakan Negara dari FHISIP Universitas Terbuka, Insan Praditya Anugrah.
Insan menjelaskan bahwa subsidi kendaraan hybrid jelas bukan merupakan langkah yang berorientasi ke masa depan.
Ia menganalogikan bahwa insentif terhadap HEV seperti mengulangi kesalahan Orde Baru yang menjadikan model-model berteknologi usang seperti Mazda MR90 dan truk Texmaco sebagai kendaraan nasional.
"Indonesia harus berani maju dengan mengadopsi produk dan teknologi yang relevan seperti kendaraan yang full listrik. Prioritas pada BEV bisa meningkatkan output industri otomotif, mendorong inovasi, dan keberlanjutan," kata Insan melalui keteranganya, Senin (24/6/2024).
Studi Dewan Internasional untuk Transportasi Bersih (ICCT) 2023 menunjukkan bahwa BEV mampu mengurangi emisi gas rumah kaca (GHG) hingga 54% dalam skenario net zero, sementara HEV hanya 26%, lebih rendah dibanding ICEV.
Baca Juga: Kredit Mobil Listrik Masih Sepi, Kalah Jauh dengan Mobil Hybrid
Insan menjelaskan, bahwa industri otomotif nasional pengembangannya harus jangka panjang dan hal tersebut bisa mencapai belasan tahun pengembangan.
"Sedangkan, target dunia ke depan adalah zero emission pada pertengahan 2030," paparnya.
Bahkan ia menilai bahwa subsidi industri kendaraan hybrid merupakan langkah sia-sia karena tidak full elektrik sehingga beralih ke BEV adalah kunci dekarbonisasi transportasi darat.
Peningkatan permintaan listrik dari BEV akan mempercepat penggunaan energi terbarukan. Indonesia memiliki 40% sumber geothermal dunia serta potensi energi surya dan angin yang besar.
Strategi fokus pada BEV menempatkan Indonesia untuk meraih keuntungan ekonomi jangka menengah dan panjang.
Dengan kebijakan yang tepat, Indonesia bisa berkembang sebagai pusat otomotif regional dan pemain global signifikan.
BEV memungkinkan Indonesia menyelaraskan diri dengan tren global dan berkontribusi pada masa depan berkelanjutan bagi industri otomotif.
Ia menyebut banyak negara maju juga sudah fokus pada pengembangan BEV daripada HEV.
"Jepang, Korea, dan Amerika Serikat memberikan insentif besar untuk BEV sementara mengurangi atau menghilangkan insentif untuk HEV. Meskipun demikian, penjualan HEV terus meningkat tanpa adanya insentif berarti," paparnya.
"Insentif HEV mungkin bukan solusi terbaik bagi Indonesia yang sedang berusaha keras untuk mencapai target emisi netral dan menjadi pemimpin dalam industri kendaraan listrik di ASEAN," tutupnya.
Editor | : | Mohammad Nurul Hidayah |
KOMENTAR