Insan menjelaskan, bahwa industri otomotif nasional pengembangannya harus jangka panjang dan hal tersebut bisa mencapai belasan tahun pengembangan.
"Sedangkan, target dunia ke depan adalah zero emission pada pertengahan 2030," paparnya.
Bahkan ia menilai bahwa subsidi industri kendaraan hybrid merupakan langkah sia-sia karena tidak full elektrik sehingga beralih ke BEV adalah kunci dekarbonisasi transportasi darat.
Peningkatan permintaan listrik dari BEV akan mempercepat penggunaan energi terbarukan. Indonesia memiliki 40% sumber geothermal dunia serta potensi energi surya dan angin yang besar.
Strategi fokus pada BEV menempatkan Indonesia untuk meraih keuntungan ekonomi jangka menengah dan panjang.
Dengan kebijakan yang tepat, Indonesia bisa berkembang sebagai pusat otomotif regional dan pemain global signifikan.
BEV memungkinkan Indonesia menyelaraskan diri dengan tren global dan berkontribusi pada masa depan berkelanjutan bagi industri otomotif.
Ia menyebut banyak negara maju juga sudah fokus pada pengembangan BEV daripada HEV.
"Jepang, Korea, dan Amerika Serikat memberikan insentif besar untuk BEV sementara mengurangi atau menghilangkan insentif untuk HEV. Meskipun demikian, penjualan HEV terus meningkat tanpa adanya insentif berarti," paparnya.
"Insentif HEV mungkin bukan solusi terbaik bagi Indonesia yang sedang berusaha keras untuk mencapai target emisi netral dan menjadi pemimpin dalam industri kendaraan listrik di ASEAN," tutupnya.
Editor | : | Mohammad Nurul Hidayah |
KOMENTAR