Termasuk General Motors, yang juga pakai baterai jenis ini buat mobil listriknya EV1, yang diproduksi pada tahun 1973.
Spek NiMH memang dianggap lebih unggul dibanding lead-acid battery karena bobotnya yang lebih ringan, selain itu NiMH juga punya kepadatan energi yang lebih besar dibanding lead-acid battery.
Meski begitu NiMH bukannnya tanpa kekurangan, misalnya soal efisiensi pengisian yang ternyata lebih rendah dibanding baterai jenis lainnya.
Kemudian pengisian daya baterai ini juga mudah dipengaruhi oleh suhu di sekitar, yang akhirnya bikin ia kurang ideal dipakai di lingkungan beriklim tropis.
Kemudian yang hadir sebagai jawaban atas kelemahan baterai-baterai itu yakni baterai lithium-ion (Li-ion), yang kini sudah dianggap jadi standar buat mobil listrik.
Li-ion selain punya kepadatan energi yang baik dan bagus dalam mempertahankan energinya, plus ia juga punya performa yang lebih stabil saat pengisian ulang dibanding NiMH.
Sayangnya, dengan segala kemampuannya itu baterai lithium-ion ini juga punya harga yang paling mahal.
Selain itu ia juga tak luput dari terpaan isu soal panas berlebih ketika diisi ulang.
Tapi tentu saja pengembangan Li-ion tidak berhenti, terbukti baterai jenis ini masih jadi pilihan sejumlah produsen mobil listrik.
Soalnya segala kelebihan baterai ini dianggap masih lebih banyak ketimbang kekurangannya.
Jadi itulah beberapa jenis baterai yang dipakai di mobil listrik.
Editor | : | Dida Argadea |
Sumber | : | Greencarreports.com |
KOMENTAR