"Orang yang datang, mengendarai motor pabrikan KTM dan didukung Red Bull, maka ia tidak diminta untuk belajar. Mereka menaruhnya untuk menang, begitu katanya," jelas sang pembalap.
Sebenarnya ekspektasi tinggi itu sudah ada sejak ia menginjakkan kaki di Moto3, namun untungnya ia berhasil memenuhi harapan tersebut dengan menjadi juara.
Tapi ia mengaku seharusnya ia bisa belajar lebih banyak di Moto3, dengan tidak langsung menjadi juara dan kemudian lompat ke Moto2 setelah setahun.
"Aku kehilangan banyak hal sederhana, seperti menikmati berada di tim kecil, tumbuh sedikit demi sedikit dan meraih podium pertamaku. Aku tidak mengalami musim Moto3 yang normal," tegas Acosta.
"Aku kehilangan kesempatan memberikan apresiasi ke anggota tim, aku akan mengatakannya. Aku tak tahu bagaimana kompetisi dari sudut pandang berbeda. Dan jika aku tidak menang saat itu, maka semua orang akan kecewa, dan karierku tidak berhasil jadi seperti ini," jelasnya.
Di Moto2, ia mendapat tekanan sangat tinggi tatkala ia gagal menunjukkan performa bagus sejak awal musim 2022 setelah semua orang membicarakannya.
"Saat itu aku sering menangis, aku tidak memahami apapun, aku tak tahu apa yang terjadi dalam hidupku, di kejuaraan, tak paham apapun," ungkap Acosta.
"Di 2022 aku ingin jadi juara dunia lagi. Aku tak punya alasan lain untuk balapan. Aku yakin sekali bisa melakukannya, tapi awalnya tidak sesuai harapanku," jelas pembalap berjuluk Si Hiu asal Mazarron ini.
Editor | : | Dida Argadea |
Sumber | : | Paddock-GP.com |
KOMENTAR