Lalu sistemnya mirip dengan drone, produk ini akan terbang secara vertikal. Sedangkan kalau helikopter terbang akan membentuk sedikit garis diagonal ke depan sehingga membutuhkan tempat pijakan atau helipad yang lebih luas.
Sedangkan EV-TOL ini tidak membutuhkan area pijakan atau helipad yang luas, bahkan cukup seperti di atap apartemen atau gedung.
"Ini sesuai dengan regional Asia Tenggara, khususnya Indonesia dan lebih spesifik Jakarta, yang memiliki lahan terbatas, sehingga dapat digunakan sebagai kendaraan mobilisasi sehari-hari," ujar Fukuzawa lagi.
Saat ditanya harga jualnya, Pria yang pernah bekerja di Toyota Motor Co. ini memperkirakan sekitar 1 juta dollar AS atau setara Rp 15,5 miliar (1 Dollar = Rp 15.500). "Tapi ini belum resmi," tegasnya.
Proses charging baterainya memakan waktu 30 menit dengan jarak tempuh 15 km.
“Namun di tahun 2031, diharapkan jarak tempuhnya menjadi 40 km. Saat ini, kapasitas baterainya masih sama dengan baterai mobil EV biasa (Nissan Leaf, red),” imbuh Fukuzawa.
Ditanya apakah sudah ada penjajakan dengan beberapa negara, misalnya Indonesia untuk pengembangannya di IKN (Ibu Kota Negara)?
Fukuzawa mengatakan, "Kedepannya pasti akan jadi target, namun untuk saat ini belum ada penjajakan secara serius," tutupnya.
Editor | : | Panji Maulana |
KOMENTAR