"Tapi ada suatu titik krusialnya, titik krusialnya itu ialah karena dia lebih sering steady, bukan buka-tutup-buka-tutup gitu. Dia lebih sering steady, contohnya steady itu dalam arti cruising speed," terangnya lagi.
"Engine-nya sering dipakai cruising speed misalnya di angka 3.000 rpm, setengah powernya dipakai dari elektrik. Nah di rpm itulah yang kita optimalkan sizing diameter dan flow dari down pipe, front pipe, resonator, dan muffler-nya," ungkap Odi lebih detail.
Baca Juga: Apakah Toyota Bakal Beralih ke Baterai Lithium-Ion dari Nikel di Mesin Hybrid?
Odi menjelaskan untuk peningkatan performa mesin treatment yang dilakukan tidak jauh berbeda dengan mobil bermesin konvensional, namun ada satu perbedaan, yaitu soal keiritan konsumsi bahan bakar.
"Kita optimalkan di situ karena tujuannya apa, orang beli mobil hybrid buat cari irit. Itu tantangannya," ucap Odi menukas.
"Performa pasti dapet tapi tujuan orang beli mobil hybrid adalah irit jadi kita fokusin buat irit," sambungnya menegaskan.
Maka dari itu Odi menambahkan lagi bahwa tantangan utamanya adalah untuk melakukan sinergi antara dua sistem tersebut.
"Jadi menyinergikan kerja rolling speed-nya dari elektrik dengan kerja putaran mesin motor bakar," klaimnya menandaskan.
Editor | : | Dwi Wahyu R. |
KOMENTAR