GridOto.com - Hati-hati saat memodifikasi mesin mobil, salah-salah bisa begini dampaknya.
Dampak yang dimaksud dalam konteks ini adalah soal jangka pendek dan jangka panjang bila salah melakukan tahapan dalam memodifikasi mesin mobil. Paling parah bisa bikin silinder baret sampai piston meleleh.
Tahapan yang disarankan oleh pakar adalah melakukan upgrading engine hardware lebih dulu, setelah itu bisa melakukan remap ECU (Engine Control Unit) agar hasilnya optimal.
"Sebetulnya yang akan terjadi saat melakukan remap ECU lebih dulu baru ganti part modifikasi lain di mesin nantinya gak agak optimal peak performanya. Ternyata misalnya airflow yang dibutuhin mesin malah jadi enghak sesuai," ucap Odi, bos ORD Exhaust sekaligus tim R&D tim balap Supernova.
"Dan sebetulnya tetap akan ada peningkatan power tapi tidak sempurna. Pada akhirnya justru harus remap lagi. Gampangnya, hal teknis dulu baru elektrikalnya. Entah itu cuma ganti air filter, knalpot, atau kompomen lain di mesin," sambung Odi menegaskan.
Baca Juga: Segini Biaya Remap ECU Toyota Kijang Innova Diesel, Bikin Makin Ngacir
Engine hardware yang dimaksud ialah part modifikasi mesin seperti open air filter, exhaust system, kabel grounding, busi racing, dan lain sebagainya.
Seperti yang telah dijelaskan pada artikel sebelumnya yang membahas urutan remap dan pasang part modif bahwa salah urutan akan mengakibatkan inefisiensi performa mesin.
Dalam konteks jangka pendek memang hanya inefisiensi performa yang bisa dirasakan.
Namun inefisiensi ini bisa mempunyai resiko jangka panjang jika terus dibiarkan.
"Kita gak tahu berapa rasionya yang harus dinaik-turunkan persentasenya. Yang bisa mengakibatkan reach (campuran bahan bakar basah) atau juga lean (campuran bahan bakar kering). Nah lean itu dekat dengan potensi mesin gelitik," terang Odi.
Baca Juga: Simpel Tapi Part Ini Bikin Mesin Isuzu Panther GT Lebih Efisien
Dua keadaan ini adalah sebagai penanda bahwa kondisi mesin tidak optimal, jika reach artinya AFR (Air-Fuel Ratio) sekitar 1:11.
"Itu udah boros, hitam, ngebul, bau, dan gak enak tenaganya. Kalau lean itu sekitar 1:14 atau 1:15 ke atas AFR-nya. Padahal mobil itu masih menyimpan sekitar 10% lagi kalau AFR-nya ketemu di 1:13," jelasnya lagi.
Odi menjelaskan juga bahwa secara umum mesin mobil memiliki stoikiometri yang normalnya di angka 1:13.
Secara sederhana stoikiometri bisa diartikan sebagai perhitungan kimia yang menyangkut hubungan kuantitatif zat yang terlibat dalam reaksi.
"Akibatnya jika terjadi reach itu bisa ngempos di rpm bawah. Busi gak mampu membakar dengan sempurna karena kebanyakan bensin. Kalau dibiarkan terlalu lama bahayanya bisa masuk carbon ke dalam mobil. Kalau ke mesin bisa bikin silinder jadi baret," terang Odi mendetail.
Sementara kondisi lean juga tidak kalah efek buruk jangka panjangnya. "Kalau terjadi lean akan lebih mudah dirasakan karena akan lebih cepat mencapai over heat dan mesin gelitik. Akibat terparahnya itu piston bisa meleleh karena bensin kurang, terjadi detonasi (mesin gelitik)," sambungnya menuntaskan.
Editor | : | Dwi Wahyu R. |
KOMENTAR