Namun inefisiensi ini bisa mempunyai resiko jangka panjang jika terus dibiarkan.
"Kita gak tahu berapa rasionya yang harus dinaik-turunkan persentasenya. Yang bisa mengakibatkan reach (campuran bahan bakar basah) atau juga lean (campuran bahan bakar kering). Nah lean itu dekat dengan potensi mesin gelitik," terang Odi.
Baca Juga: Simpel Tapi Part Ini Bikin Mesin Isuzu Panther GT Lebih Efisien
Dua keadaan ini adalah sebagai penanda bahwa kondisi mesin tidak optimal, jika reach artinya AFR (Air-Fuel Ratio) sekitar 1:11.
"Itu udah boros, hitam, ngebul, bau, dan gak enak tenaganya. Kalau lean itu sekitar 1:14 atau 1:15 ke atas AFR-nya. Padahal mobil itu masih menyimpan sekitar 10% lagi kalau AFR-nya ketemu di 1:13," jelasnya lagi.
Odi menjelaskan juga bahwa secara umum mesin mobil memiliki stoikiometri yang normalnya di angka 1:13.
Secara sederhana stoikiometri bisa diartikan sebagai perhitungan kimia yang menyangkut hubungan kuantitatif zat yang terlibat dalam reaksi.
"Akibatnya jika terjadi reach itu bisa ngempos di rpm bawah. Busi gak mampu membakar dengan sempurna karena kebanyakan bensin. Kalau dibiarkan terlalu lama bahayanya bisa masuk carbon ke dalam mobil. Kalau ke mesin bisa bikin silinder jadi baret," terang Odi mendetail.
Sementara kondisi lean juga tidak kalah efek buruk jangka panjangnya. "Kalau terjadi lean akan lebih mudah dirasakan karena akan lebih cepat mencapai over heat dan mesin gelitik. Akibat terparahnya itu piston bisa meleleh karena bensin kurang, terjadi detonasi (mesin gelitik)," sambungnya menuntaskan.
Editor | : | Dwi Wahyu R. |
KOMENTAR