GridOto.com - Kecelakaan lalu lintas kerap terjadi di jalanan yang ada di Indonesia. Nah, ketika menyimak berita mengenai hal tersebut, Sobat GridOto mungkin sering mendengar pernyataan polisi yang menyebut kecepatan kendaraan saat kecelakaan.
Buat yang belum tahu, pernyataan polisi mengenai kecepatan kendaraan saat kecelakaan itu bukan asal-asalan, melainkan hasil perhitungan dengan beberapa rumus serta hasil pengamatan di lokasi kejadian.
Berdasarkan informasi di Tabloid OTOMOTIF edisi No. 4/II yang terbit pada 1 Juni 1992 lalu, kecepatan kendaraan saat kecelakaan bisa dihitung berdasarkan rumus-rumus yang ada dalam buku Traffic Accident Investigator's Handbooks karya R.W River.
Rumus ini sudah mulai diterapkan oleh kepolisian pada beberapa kecelakaan, seperti yang terjadi di desa Kidul Kecamatan Cijeunjing Kabupaten Ciamis, Jawa Barat tanggal 8 April 1992 lalu.
Caranya, bekas slip atau panjang jejak ban yang ada di tempat kejadian diukur.
Dalam kasus ini, bekas slip yang ditemukan di aspal panjangnya 93 meter, diukur dengan menggunakan tali busur yang panjangnya 84 meter dan tinggi talinya 1 meter.
Dari jejak ini, bisa diperoleh jari-jari bekas slip, dengan cara menghitung kuadrat dari sepertiga tali busur, atau 28 meter lantas dibagi dengan 8 kali tinggi tali busur.
Kemudian ditambah dengan satu meter tinggi tali busur dibagi 2. Sementara itu, nilai 8 dan 2 merupakan nilai konstanta.
Dari perhitungan ini diperoleh angka 98,50 meter. Setelah diketahui jari-jari slip, baru bisa dicari angka kecepatan kendaraan.
Tapi dengan menggunakan rumus lain. Yaitu, dengan cara 15,9 dikali dengan akar dari koefisien gesek untuk jalan semen baru yang nilainya 1 ditambah dengan kemiringan jalan yang nilainya 0.
Baca Juga: Rumor Kecelakaan Bus di Guci Disebabkan Anak Kecil Dibantah Korban Selamat, Ini Kesaksiannya
Kemudian, keduanya dikali dengan nilai jari-jari slip, yaitu 98,50 lantas dibagi dua.
Nilai 15,9 merupakan nilai konstanta. Dari perhitungan ini diperolah hasil kalau bus tersebut pada saat kecelakaan melaju dengan kecepatan 111,3 km/jam.
Tapi mencari nilai kecepatan ini bisa juga menggunakan rumus gaya sentrifugal dengan penekanannya yang berbeda.
Yaitu dengan menghitung akar gravitasi, 9,81 dikali dengan jari-jari slip, 98,5. Hasil yang
diperoleh tak jauh berbeda, 111,888 km/jam.
Lain lagi yang dialami oleh bus Benteng Jaya AG 3787 C. Kecelakaan yang terjadi di daerah Cianjur ini memakan korban 8 orang meninggal dunia, 8 luka berat, 24 luka ringan.
Sasisnya mengalami kerusakan. Dari kerusakan ini pun bisa diketahui kecepatan bus pada saat terjadi tabrakan. Yaitu, dengan menggunakan rumus total kerusakan.
Total kerusakkan ini diperoleh dari nilai kecepatan bus pada waktu menabrak ditambah dengan kecepatan tebing yang ditabrak. Tentu nilai tebing ini 0.
Yang dimaksud dengan total kerusakan adalah kerusakan sasis bus, yaitu kurang lebih 70 cm.
Kemudian angka ini dibandingkan dengan bantuan tabel UPEX atau Union Proef Experts Automobiles, Belgia. Dari sini bisa diketahui, kerusakan yang 70 cm ini akibat dari kecepatan kendaraan kurang lebih 20 meter/detik atau 72 km/jam.
Baca Juga: Sering Disalahkan, Ini Sederet Bukti Kecelakaan Bus Masuk Jurang di Guci Bukan Ulah Anak Kecil
Dengan mempelajari perhitungan seperti ini tak ada lagi pelaku kecelakaan yang bisa mengelak. Karena tiga teori yang digunakan tersebut, keakuratannya tentu sudah dapat dipercaya.
Editor | : | Dida Argadea |
Sumber | : | Tabloid OTOMOTIF |
KOMENTAR