Ia menyoroti selama ini, jika ada kejadian, pemerintah dan kepolisian hanya fokus mencari siapa yang salah yang akan dihadapkan pada pengadilan.
"Langkah preventifnya minim dilakukan. Sejauhmana usulan dan rekomendasi pasca kecelakaan terjadi telah dilakukan. Sebab jika tidak ini bukan kejadian yang terakhir. Akan ada kejadian lanjutannya," ungkap Jusri.
Dari sisi operator, harus dilihat apakah SDM yang menjadi sopir merupakan karyawan perusahaan yang memang sehari-hari bertugas sebagai sopir di kendaraan tersebut.
"Sebab, kendaraan yang mengalami musibah merupakan bus pariwisata, bukan perusahaan oto bus. Apakah bukan sopir 'tembak'. Semuanya harus dilakukan penyelidikan secara menyeluruh," bilangnya.
Satu hal lagi, penumpang sebagai bagian dari stakeholder juga harus memiliki awareness.
Apabila ada sesuatu hal yang menimbulkan potensi adanya kecelakaan, mereka berhak bersuara, menegur sopir.
"Di negara maju, kesadaran mengenai pentingnya keselamatan pada penumpang sudah cukup tinggi. Mereka bisa memberikan komplain dan marah jika ada potensi bahaya dilakukan perusahaan," tegas Jusri.
Ia menambahkan, penumpang pun akan memberikan feedback negatif, sehingga secara rating perusahaan memiliki reputasi rendah dan tidak akan ada yang mau naik lagi
Editor | : | Hendra |
KOMENTAR