Dalam kondisi ini, kinerja pegas menjadi minimal sehingga bisa dikatakan ban akan bekerja sebagai peredam kejut alias suspensi itu sendiri.
Konsekuensinya, tentu akan membuat pemakaian ban menjadi terlalu berlebihan meski motor akan terasa lebih stabil khususnya saat menikung.
Jika per atau pegas dibuat lunak atau empuk, motor menjadi lebih mudah memantul dan tidak seimbang, terutama saat menikung.
Akhirnya sama saja, beban kembali tertumpu di ban dan membuat pemakaian ban belakang menjadi sangat berlebihan.
Sedangkan komponen utama kedua, hidrolik, berfungsi untuk memengaruhi kecepatan kerja dari per dalam suspensi tersebut.
Jika hidrolik diatur dengan karakter lunak, maka oli shock breaker dapat mengalir dengan mudah.
Tapi jangan terlalu lunak juga, karena suspensi tidak bisa menyerap pergerakan motor, sehingga penggunaan ban belakang menjadi tidak merata.
Ban kebalikannya, jika hidrolik dipasang dengan karakter keras, maka aliran oli shock akan terbatas.
Jika demikian, maka konsekuensinya adalah pergerakan dan beban motor semua akan diarahkan ke ban sehingga mudah kehilangan kontak dengan trek alias kehilangan grip.
Baca Juga: KTM Sindir Satu Pabrikan yang Melarang Jurnalis Meliput Shakedown Test MotoGP 2023, Siapa Nih?
Nah tugas para kru di garasi dan pembalap nih untuk melakukan tes dan percobaan sampai menemukan setting suspensi belakang yang pas.
Dan tentunya pada kondisi tertentu, setting suspensi bisa saja berbeda sesuai dengan kebutuhannya.
Untuk lebih jelasnya simak video berikut ini:
Managing tyre wear: Springs and hydraulics in harmony with the rear tyre ???? pic.twitter.com/BFTPkEKupH
— MotoGP™???? (@MotoGP) December 26, 2017
Editor | : | Dida Argadea |
Sumber | : | Twitter.com/MotoGP |
KOMENTAR