“Kamu kan teknik sipil bukan mesin, ngapain masuk sini?” ujar Dyon menirukan perkataan yang diterimanya saat itu seraya tertawa.
“Ya begitulah mungkin namanya nasib, mau masuk Yamaha sebagai staff tidak diterima, sekalinya masuk malah langsung jadi direktur,” tutup Dyon.
Perekrutan Dyon sebagai Direktur Pemasaran YIMM memang bukan tanpa alasan.
Karena sebelum ditarik ke Yamaha, dirinya berhasil menanjak cepat dari staff hingga menjadi Presiden Direktur Arta Buana Sakti ketika umurnya baru menginjak 30 tahun.
Arta Buana Sakti sendiri merupakan pengembang properti yang notabene sebagian sahamnya dipegang oleh grup yang sama dengan Yamaha Indonesia saat itu.
Berkat prestasi tersebut, nama Dyon pun menjadi yang teratas ketika pihak Yamaha Jepang mencari sosok muda dari Indonesia untuk menjadi bagian dari jajaran direksi mereka di medio 90-an.
“Jadi ketika disodorin direktur-direktur senior yang umurnya sudah 50 tahunan, direktur Yamaha dari Jepang-nya menolak,” ujar pria yang hobi membaca itu.
“Dia malah menunjuk saya, ‘saya mau yang ini aja,’” gelak Dyon sambil menirukan sosok direktur Yamaha asal Jepang tersebut.
Masa jabatan Dyonisius Beti sebagai Presiden Direktur dan CEO YIMM memang baru dimulai tahun ini.
Tapi rasanya tidak ada yang meragukan kemampuan pria kelahiran Jambi, 13 Oktober 1962 silam tersebut dalam memimpin.
Apalagi Dyonisius Beti sudah 'menyetir' YIMM mengarungi tiga krisis selama mengabdi di perusahaan asal Iwata, Jepang tersebut sejak 1996 silam.
Yaitu dari krisis moneter pada 1998 dan 2008, serta pandemi Covid-19 yang masih melanda Indonesia hingga hari ini.
“Makanya bisa dibilang saya ini spesialis krisis di Yamaha,” tutupnya bercanda.
Editor | : | Panji Maulana |
KOMENTAR