Red Bull dan Honda seolah jodoh yang dipertemukan setelah kurang bahagia dengan pasangannya masing-masing.
Kira-kira kenapa ya Red Bull tak bisa meneruskan penampilan bagusnya dengan Renault di era hybrid?
"Masa-masa juara 2010 hingga 2013 dengan mesin V8 Renault, kami punya hubungan bagus dengan insinyur Renault. Memang bukan mesin paling kuat, tapi produk mereka sangat cocok dengan mobil kami," ungkap Adrian Newey, Direktur Teknik Red Bull.
"Kami punya kebutuhan khusus, dan salah satunya soal cara penggunaan knalpot. Renault pun memenuhi kebutuhan kami dari mesin mereka," jelasnya dilansir GridOto.com dari Planet F1.
Sedangkan pada era hybrid, Newey mengungkap Renault tidak seakurat Mercedes dalam menginterpretasikan regulasi mesinnya.
Pengembangan mesin Renault terus menuju ke arah yang kurang tepat dan masih kurang bagus hingga sekarang.
"Pada tahun pertama, kau bisa menerima ada kesalahan dari sasis, mesin, regulasi baru, kau bisa benar bisa juga salah. Kebetulan mereka salah. Namun ketika 2015 dimulai, malah lebih buruk dari 2014 dan itu mengecewakan," sambung Newey.
"Ini seperti reset, setelah kupikir dari semua yang kami alami, khususnya setelah periode mendominasi 2009 dan empat gelarnya, bahwa hal ini bukan akan menjadi kenyataan kami dalam masa yang akan datang," jelasnya.
Baca Juga: Mobil F1 Bakal Dipasangi Sepatbor pada Kejuaraan Musim 2023, Seperti Apa Bentuknya?
Hal itulah yang membuat Red Bull harus bergerak, dan akhirnya membuat keputusan dengan beralih ke Honda.
Di sisi lain, Renault kesulitan mencari tim customer baru setelah perginya Red Bull.
Bahkan saat Honda sempat memutuskan mundur dari F1, Red Bull memilih membuat Red Bull Powertrains daripada harus kembali memakai mesin Renault.
Editor | : | Muhammad Ermiel Zulfikar |
Sumber | : | planetf1.com |
KOMENTAR