GridOto.com - Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) menyatakan biaya total kepemilikan atau Total Cost Ownership (TCO) mobil listrik saat ini masih lebih mahal dibanding mobil konvensional bermesin bensin, diesel, hingga mobil hybrid.
Dalam data yang ditunjukan KPBB, TCO mobil listrik per kilometer (km) mencapai Rp 5.301 sedangkan mobil hybrid yang biasa disebut Hybrid Electrical Vehicle (HEV) senilai Rp 4.445 per km.
Sementara untuk TCO mobil bensin yang ditunjukan KPBB, besarnya hanya Rp 2.941 dan Rp 2.852 per km untuk mobil konvensional bermesin diesel.
Data ini berdasarkan beberapa variabel mulai dari harga unit, biaya pengisian BBM atau sumber energinya, hingga biaya perawatan rutinnya.
Karena itu menurut Ahmad Safrudin selaku Direktur Eksekutif KPBB, Pemerintah perlu menetapkan standar emisi karbon agar pengguna kendaraan listrik bisa lebih diuntungkan.
"TCO mobil listrik masih lebih mahal dari mobil konvensional maupu hybrid, karena itu kita perlu mendorong adanya penetapan standar emisi karbon dari Pemerintah. Misalnya kendaraan 2.000 cc, maksimum karbonnya harus 118 gram per km," ujarnya saat webinar A Nat'l On Electric Vehicle: Triggering a Strategic Thing of e-2-3 Wheelers In Indonesia, Rabu (3/8/2022).
Ahmad juga menyebut, kendaraan konvensional yang tidak bisa mencapai standar emisi karbon disarankan dikenakan cukai.
"Artinya kendaraan yang tidak memenuhi standar masih bisa diproduksi tapi terkena fiskal disentif atau cukai. Jadi setiap kelebihan satu gram, akan dikalikan dengan nilai teknologi penurunan emisi karbon pada kendaraan," sebutnya.
"Sehingga nantinya ada jumlah cukai yang ditambahkan karena produsen kendaraan akan membebankan cukai pada konsumen. Efeknya bisa membuat harga mobil yang tidak memenuhi standar emisi karbon bisa semakin tinggi," lanjut Pria yang biasa disapa Puput tersebut.
Baca Juga: Pencemaran Udara di Jakarta Kian Memburuk, KPBB Usulkan Polisi Lakukan Razia Emisi
Lebih lanjut ia menyebut, penetapan standar emisi karbon bisa membuat harga kendaraan ramah lingkungan semakin terjangkau.
"Kendaraan listrik berbasis baterai dengan daya 135 kW atau yang power-nya setara mobil 2.000 cc, paling karbonnya hanya sekitar 85 gram per km. Jadi insentif ini akan dikalikan dengan nilai teknologi penurunan emisi karbon, sehingga harganya bisa lebih murah," jelasnya.
Dengan mekanisme tersebut, masyarakat dinilai akan memiliki preferensi ke electric vehicle dibanding kendaraan bermotor bermesin bakar.
"Karena preferensinya tinggi, otomatis industri otomotif juga akan berbondong-bondong memproduksi kendaraan rendah karbon. Selain itu ini sangat esensial bagi ekosistem electric vehicle di Indonesia," tutup Puput.
Editor | : | Dida Argadea |
KOMENTAR