GridOto.com - Ada wacana soal pembatasan BBM subsidi Pertalite 90 yang hanya boleh digunakan mesin di bawah 2.000 cc.
Pasalnya di Indonesia cukup banyak mobil mesin 1.000 cc hingga 1.500 cc dengan kompresi tinggi.
Sedangkan BBM subsidi Pertalite 90 hanya bisa dipakai untuk rasio kompresi mesin maksimal 10:1.
Sejumlah pabrikan mobil memiliki teknologi yang mengatasi mesin kompresi tinggi terhadap penggunaan BBM oktan rendah.
Sebut saja Daihatsu Rocky 1.2L yang punya rasio kompresi mesin mencapai 12,8:1.
Baca Juga: Mobil Rp 500 Juta dan Motor Rp 50 Juta Ke Atas Dilarang Beli BBM Subsidi. Berikut Penjelasannya
"Mesin ini disematkan komponen knocking sensor (KcS) yang bisa menjaga timing pembakaran tetap tepat," ujar Audi Tarantini, R&D - Testing Department Head PT Astra Daihatsu Motor (ADM).
Normalnya, jika mesin kompresi tinggi diisi BBM oktan rendah akan mengalami detonasi.
Ada gejala ngelitik akibat BBM yang terbakar duluan sebelum piston mencapai titik mati atas (TMA).
"Dengan KcS, ECU mengatur timing pembakaran mesin agar bisa dilambatkan untuk mengurangi gejala detonasi," terang Audi.
Jadi jika diisi BBM Pertalite 90, mesin ini masih bisa digunakan dengan minimnya detonasi.
Begitu juga dengan Mazda yang punya teknologi Homogenous Charge Compression Ignition (HCCI) pada mesin SKYACTIV-X.
Baca Juga: Uji Irit Mobil Baru Ertiga Hybrid, Hasilnya Tembus Di Atas 25 Km/Liter
Teknologi ini menciptakan proses pembakaran mesin bensin seperti mesin diesel hanya dengan pemampatan campuran udara dan BBM tanpa adanya ignition.
Proses pemampatan dibantu dengan supercharger kecil dan katup variabel yang bisa menghasilkan kompresi hingga 37:1.
Agar bisa terbakar sendiri, dibutuhkan BBM oktan rendah agar bisa lebih mudah terbakar.
Seperti SKYACTIV-X spesifikasi Jepang dengan kompresi setinggi itu justru malah butuh BBM RON 91.
Editor | : | Dwi Wahyu R. |
KOMENTAR