Edison menyebut, akibat kemacetan lalu lintas yang sudah memasuki tingkat gawat darurat, membuat pemerintah seperti tidak lagi memiliki kemampuan untuk mewujudkan Kamseltibcarlantas.
"Sehingga membuat kebijakan bersifat sesaat yang cenderung membatasi masyarakat melakukan aktivitas dalam upaya memenuhi kebutuhannya. Seperti kebijakan gage yang sejatinya hanya memindahkan tempat dan waktu kemacetan," bebernya.
"Seharusnya perlu dipahami, menambah ruas jalan yang diterapkan kebijakan Gage memperluas potensi mematikan kreatifitas dan aktivitas masyarakat," tuturnya lagi.
Karena pemerintah harus memfasilitasi dan mendorong agar masyarakat dapat meningkatkan produktifitas dalam upaya memenuhi kebutuhan dan kesejahteraannya.
Selain itu, hendaknya pemerintah harus sudah memastikan ketersediaan transportasi angkutan umum yang terintegrasi di 25 ruas jalan yang akan diterapkan kebijakan Gage.
Sehingga tidak menjadi kebijakan yang merugikan masyarakat pengguna jalan. Agar tidak dituding sebagai kebijakan yang berorientasi pada penindakan hingga denda. Atau terhindar dari kesan bahwa kebijakan yang hanya untuk menambah pundi-pundi dalam upaya memenuhi pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor denda tilang.
ITW menyarankan agar pemerintah melakukan langkah yang lebih elegan sebelum memiliki keberanian melakukan moratorium berjangka penjualan kendaraan bermotor baru.
"Misalnya, melakukan rekayasa dengan menerapkan satu arah di ruas jalan di DKI Jakarta. Khususnya di jalan protokol dan ruas jalan sebagai pintu masuk dan keluar Jakarta. Sehingga seluruh aktivitas di ruas jalan yang ada bergerak seperti arus sungai yang mengalir satu arah," ungkapnya.
Kemudian terus memaksimalkan upaya untuk meningkatkan kesadaran tertib berlalu lintas masyarakat hingga ke komunitas terkecil. Bukan justru membuat kebijakan atau regulasi yang orientasinya memberikan sanksi dan denda.
Editor | : | Eka Budhiansyah |
KOMENTAR