Kalau puluhan hektare lahan itu ending-nya tetap dianggap sebagai tanah musnah, maka para pemilik hanya akan mendapatkan tali asih yang besarannya jauh dari jumlah uang ganti rugi yang layak.
"Harapannya, tim P2T tol Semarang-Demak tetap mencantumkan tambak kami sebagai tanah terdampak Sehingga kami bisa mendapatkan penggantian yang layak melalui appraisal, bukan sekedar tali asih," imbuh Ngatino.
Pemilik lahan tambak lainnya, Joko S juga mengatakan kalau warga sepakat untuk menolak tali asih atas penetapan tanah musnah di seluruh tambak yang terdampak proyek jalan tol ini.
Pasalnya, para pemilik lahan masih melakukan kegiatan budidaya dan tetap membayar pajak tahunan hingga sekarang.
"Kami menolak penetapan tanah musnah atau tali asih sebagai ganti rugi. Kami meminta ganti rugi yang layak berdasarkan appraisal. Secara yuridis, tanah kami merupakan tanah yang sah, soalnya setiap tahunnya kami bayar pajak," papar Joko.
Perlu diketahui, agar lahan mereka bisa ditetapkan sebagai tanah terdampak jalan tol, syaratnya diantaranya tambak harus 90 persen berupa air dan 10 persen batas.
Adapun untuk batas tambaknya bisa berupa tanah atau pembatas lainnya.
"Faktanya, tambak kami 90 persen air. Sampai sekarang masih kami gunakan untuk budidaya ikan bandeng, kerang atau udang. Jadi tambak kami masih diidentifikasi," lanjut Joko.
Editor | : | Eka Budhiansyah |
Sumber | : | TRIBUN-PANTURA.COM |
KOMENTAR