GridOto.com - Selain kesehatan jasmani, kesehatan mental juga harus diperhatikan sebelum memulai berbagai aktivitas termasuk berkendara.
Sebab jika kesehatan mental terguncang, akan membahayakan pengendara motor atau mobil di dalam perjalanan.
"Menikmati perjalanan saat berkendara ke tempat wisata atau tujuan tertentu sebetulnya bisa menghilangkan penat hingga stres yang manfaatnya baik untuk kesehatan mental," buka Psikolog Tika Bisono, S.Psi, M.Psi.T saat dihubungi GridOto.com, Minggu (10/10/2021).
Namun menurutnya, ada faktor yang membahayakan pengendara ketika kesehatan mental sedang terganggu.
"Tapi yang bahaya ini ketika perginya tanpa tujuan ketika ada masalah. Artinya perjalanan ini juga tidak direncanakan atau tanpa persiapan. Karena bisa saja ia malah datang ke wilayah yang berbahaya atau rawan kriminal yang justru menimbulkan masalah baru," katanya.
"Contoh seseorang naik motor ke Bali dari Jakarta tapi tanpa uang, persiapan, dan bekal yang cukup. Akhirnya emosi dan perasaannya bisa tidak karuan nantinya. Ini yang bahaya bagi kesehatan mental," sambung Tika.
Ia mengungkapkan, Hari kesehatan Mental Sedunia yang diperingati setiap 10 Oktober sebaiknya jadi momentum untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kewarasan.
Terlebih saat Pandemi Covid-19 yang masih berlangsung, membuat sebagian orang mengalami sejumlah masalah yang bisa mengganggu kondisi mental.
Baca Juga: Penat di Rumah Aja? RC Suzuki Jimny Satu Ini Cocok Buat Yang Kangen Main 0ff-Road
Baca Juga: Bos Yamaha, Lin Jarvis - Maverick Vinales Gak Punya Mental Juara
"Banyak orang yang mengalami gangguan kesehatan mental karena Pandemi. Karena pandemi ini terjadi secara mendadak dan banyak mengubah pola hidup seperti segala kegiatan dilakukan dari rumah misalnya kerja atau sekolah secara virtual. Ini cukup mengganggu karena sifat manusia sebagai makhluk sosial," ucap Tika.
Tika mengungkapkan, gangguan kesehatan mental dipicu oleh stres seiring dengan masalah yang timbul sehari-hari.
"Karena pembatasan aktivitas karena PPKM atau PSBB, masalah di rumah sulit diselesaikan atau dilarikan ke hal lain yang lebih positif di luar rumah. Tekanan hidup sehari-hari saat pandemi ini membuat merenung hingga stres," paparnya.
Tika memaparkan, kondisi tersebut memicu kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan verbal, hingga membuat suasana rumah tidak nyaman.
"Data 2020 Badan Kependudukan PBB menyatakan ada 31 juta kasus kekerasan dalam rumah tangga di dunia yang menyebabkan perceraian. Ini juga dipicu situasi pandemi dan masalah kesehatan mental yang tertahan lalu meledak dan menyebabkan sikap menyakiti orang lain," terangnya.
Seharusnya menurut Tika, masyarakat jangan sampai kehilangan kewarasannya meskipun kondisi kehidupan sedang tidak baik.
"Jadi untuk mencegah gangguan kesehatan mental, sebaiknya ciptakan suasana baru dan segar di rumah. Misalnya dalam bidang otomotif bisa mendekor garasi atau ruangan dengan pernak-pernik berbau otomotif, belajar membetulkan kendaraan, atau hal positif lainnya yang memicu kreativitas," ucalnya.
Tika menjelaskan, seseorang dengan kesehatan mental yang tidak baik dapat terlihat dari sikapnya yang merasa baik-baik saja di saat terkena masalah.
Baca Juga: Mengemudikan Mobil Mewah dan Kencang Bisa Membuat Seseorang Arogan di Jalan? Ini Jawaban Psikolog
Baca Juga: Arogansi Rombongan Moge Keroyok Anggota TNI, Psikolog Komentar Begini
Di samping itu, menurutnya tubuh juga akan terasa kurang sehat di saat kondisi mental terganggu.
"Ketika stress, badan kita memberikan sinyal seperti mudah mengantuk, pegal dan pikiran sama hati juga ikut terasa. Misalnya mudah marah atau ekspresi jadi jutek ke orang lain," kata Tika.
Karena itu ia menyarankan, jangan berlama-lama merasa stres yang menyebabkan beban pikiran negatif kian menumpuk.
"Kalau bertumpuk terus, gangguan mentalnya bisa berkepanjangan sehingga timbul penyakit yang lebih berat lagi. Jadi kalau bisa stress yang bisa timbul dalam jangka waktu harian ini harus selesai hari itu juga," pungkas Tika.
Namun demi mengindari gangguan kesehatan mental, Tika mengatakan bahwa setiap manusia harus meyakini kalau tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan.
"Tapi hal ini harus dipelajari dan ada proses yang tidak instan. Kedua adalah jatidiri harus diutamakan, misalnya jangan sering mengikuti kata orang lain yang dapat menggangu kesehatan mental. Karena seharusnya seseorang harus lebih mengikuti kata hati dari diri sendiri," sebutnya.
Langkah ketiga, Tika menyarankan untuk mencari bantuan ketika tidak bisa menyelesaikan masalah mental di diri sendiri.
"Carilah orang yang dipercayai untuk mengungkapkan perasaan yang sedang sedih, putus asa, atau butuh motivasi. Misalnya bisa ke orang terdekat, tokoh agama, psikolog, atau psikiater," lanjutnya.
Baca Juga: Emotional Challenge Bisa Sebabkan Kecelakaan, Pengguna Mobil 'Akhir Pekan' Wajib Tahu!
Baca Juga: Marak Begal, Psikolog Sebut Kejahatan Perantara Jadi Faktor Pendorong Selain Kondisi Ekonomi, Begini Penjelasannya
Berikutnya, setiap orang harus menyeimbangkan kebutuhan kesehatan fisik dan biologis, kesehatan emosi, kesehatan perilaku, hingga kesehatan psikososial.
"Jika semuanya ini relatif seimbang, kesehatan mental akan terjaga. Selain itu, manusia juga harus belajar keterampilan pemecahan masalah yang didapat dari berbagai sumber seperti buku atau latihan," tutup Tika.
Editor | : | Eka Budhiansyah |
KOMENTAR