Sedangkan di saat perjalanan pulang dengan rute yang sama, otak kita sudah lebih mengenali rute yang dilalui.
Karena kita sudah cukup menghapal rute perjalanan saat berangkat, hal ini membuat otak kita tidak perlu lagi fokus menghapal disaat perjalanan pulang.
Kemudian ada pendapat lain, saat berangkat ke suatu tempat, kita biasa memperkirakan kapan kita akan sampai di tempat tujuan.
Namun, ternyata perkiraan kita itu bisa salah dan sampai tidak pada waktu yang kita rencanakan.
Salah satu penyebab gagalnya perkiraan waktu perjalanan yaitu kita terjebak kemacetan di jalan.
Hal ini membuat kita terus melihat jam untuk mengecek apakah kira-kira kita bisa sampai pada tujuan tepat waktu.
Sehingga menyebabkan kita merasa perjalanan ditempuh terasa lebih panjang. Sedangkan saat pulang, kita merasa perjalanan lebih cepat padahal lewat rute yang sama.
Hal ini karena kita tidak lagi memperkirakan kapan kita akan sampai di rumah.
Dari penelitian van de Ven dkk, ternyata hal psikologis ini yang menjadi faktor utama terjadinya return trip effect.
Ekspektasi ini juga bisa dipakai buat memanipulasi orang lain agar bisa merasakan return trip effect.
Contohnya dengan memberi tahu orang lain (memberi ekspektasi) bahwa dari Jakarta ke Bandung akan tembus 4 jam karena macet.
Jika pada kenyataannya perjalanan itu enggak macet dan hanya menempuh waktu 3 jam, nantinya pada saat pulang dan menempuh waktu sama-sama 3 jam tetap akan terasa lebih cepat karena return trip effect.
Editor | : | Ditta Aditya Pratama |
Sumber | : | NCBI |
KOMENTAR