Menurut Pasal 234 ayat 1, pengemudi mesti bertanggung jawab kepada penumpang, pemilik barang, atau pihak ketiga jika kecelakaan tersebut disebabkan akibat kelalaian sang pengemudi.
Tanggung jawab tersebut termasuk mengganti kerusakan dan kehilangan yang diakibatkan kecelakaan terebut.
Namun, pada Pasal 234 ayat 3 dijelaskan soal pengemudi dianggap tidak bertanggung jawab secara hukum jika memenuhi poin-poin tertentu.
Terdapat 3 poin, yaitu adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan pengemudi.
Kedua, disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga.
Ketiga, disebabkan gerakan orang dan/atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan.
Pada poin pertama, yang dimaksud dengan 'keadaan memaksa' termasuk di dalamnya adalah ketika keadaan yang secara teknis tidak mungkin dielakkan oleh pengemudi, seperti gerakan orang dan atau hewan secara tiba-tiba.
Itu berarti, jika ada saksi yang mendukung pernyataan bahwa keadaan memaksa telah terjadi, maka pengemudi tidak perlu bertanggung jawab secara hukum atas kecelakaan tersebut.
Namun, apabila hewan tersebut tengah digembalakan dan ada sang penggembala yang sedang menggiring mereka, pengemudi wajib memperlambat laju kendaraan, sesuai Pasal 116 ayat 1 UU No. 22 tentang LLAJ.
Manakala menabrak, sesuai dengan Pasal 234 ayat 1, pengemudi wajib membayar ganti rugi yang besarannya ditentukan oleh pengadilan.
Baca Juga: Pakai Pelat Dinas Polisi Asli, AS Tersangka Tabrak Lari Ternyata Seorang Sopir
Adapun jika hewan atau pemilik hewan yang bersalah, mengacu pada Pasal 1368 KUHPerdata, pengemudi dapat meminta ganti rugi kepada pemilik hewan.
Termasuk jika sang pemilik tersebut sedang tidak mengawasi hewan peliharaannya saat tabrakan terjadi.
Editor | : | Dida Argadea |
KOMENTAR