"Para APM yang ada di Indonesia akan menambah investasi untuk produksi HEV (hybrid electric vehicle), PHEV (plug-in hybrid electric vehicle) dan BEV (battery electric vehicle), mereka sudah menyatakan komitmennya kepada Kemenperin di Jepang," ucap Jongkie D. Sugiarto, Ketua I Gaikindo.
"Tentunya kami menyambut baik komitmen-komitmen tersebut," lanjutnya saat dihubungi GridOto.com, Sabtu (24/7).
Namun, Jongkie mengatakan bahwa ekosistem manufaktur kendaraan listrik di Indonesia akan lebih baik, jika dibarengi investasi lain seperti pabrik baterai dan komponen-komponen kendaraan listrik lainnya.
Sebab jika dilihat saat ini, peminat mobil listrik di Tanah Air masih sangat sedikit akibat harga unit yang cenderung mahal.
Jongkie berpendapat, adanya pabrik komponen kendaraan listrik seperti baterai, inverter dan lain-lain bisa memangkas harga jual mobil listrik di Indonesia.
"Untuk manufaktur EV di Indonesia prospeknya bagus, tetapi karena harga bahan bakunya yang masih mahal, dan juga daya beli masyarakat Indonesia yang masih rendah, maka penjualan BEV saat ini masih rendah," kata Jongkie.
"Jika ingin ada manufaktur BEV, Indonesia harus punya fasilitas pendukung seperti pabrik baterai dan komponen BEV lainnya agar para APM bisa memproduksi BEV dengan harga lebih terjangkau, sehingga masyarakat mampu membelinya," tambahnya.
Terkait harga unit kendaraan listrik yang masih mahal, Jongkie menekankan hal ini bukan disebabkan unit yang masih diimpor secara utuh atau Completely Build Up (CBU).
Baca Juga: Rencana PPnBM Kendaraan Bermotor Diganti PPN 25 Persen, Begini Tanggapan GAIKINDO
"Ya semua BEV masih CBU. Tapi sebetulnya mobil BEV yang CBU ini biaya bea masuk, PPnBM dan BBN-nya sudah 0 persen, sesuai Pergub no. 3 tahun 2020. Jadi yang bikin mahal memang biaya produksinya," tukasnya.
"Kalau bahan baku BEV di Indonesia buatan dalam negeri, harapannya harga BEV ini bisa lebih murah," lanjutnya.
Editor | : | Muhammad Ermiel Zulfikar |
KOMENTAR