“Tapi kalau mau lebih komprehensif, mungkin dari pihak Pemprov mau duduk bareng melakukan mediasi dengan kami dan teman-teman di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), ini lebih bagus lagi,” imbuh Rio.
Rio menjelaskan, alasan IPA berharap Pemprov DKI Jakarta mau melibatkan KPPU adalah terkait dengan pelayanan kepada konsumen.
Pasalnya, IPA khawatir bahwa rencana kenaikan tarif parkir DKI Jakarta menjadi Rp 60 ribu dan Rp 40 ribu per jam bisa menyebabkan persaingan tidak sehat di antara pengusaha parkir.
Di mana hanya pengusaha parkir dengan modal atau kapital besar saja yang nantinya bisa bertahan karena kenaikan tarif parkir DKI Jakarta bisa mengakibatkan penurunan pendapatan.
Baca Juga: Jakarta Bakal Terapkan Tarif Parkir Tinggi, YLKI: Dukung Ide yang Berani!
“Meskipun jumlah pendapatan per kendaraannya akan bertambah, tapi jumlah atau minat pengguna parkir-nya pasti berkurang karena memang itu tujuan kebijakan ini,” terang Rio.
Sistem bagi hasil antara operator dan pemilik lahan yang kurang berpihak kepada pengusaha parkir juga dinilai dapat memperbesar masalah tersebut.
“Contohnya dari laba bersih yang diperoleh dari bisnis parkir di daerah pusat bisnis yang besar, paling kami (penyedia jasa) hanya menerima 1 hingga 5 persen dari jumlah laba bersih tersebut,” ungkap Rio.
“Akhirnya akan kuat-kuatan modal dan UMKM yang kapitalnya tidak terlalu besar yang akan dikorbankan,” ujarnya.
“Lantas apa pengaruhnya ke pengguna jasa atau masyarakat? Ya pelayanannya. Ketika pemasukan dari bagi hasil tadi jadi semakin kecil, maka pelayanan yang diberikan lama-kelamaan bisa ikut menurun juga,” pungkas Rio.
Editor | : | Hendra |
KOMENTAR