Karman memberikan perbandingan harga tanah di Desa Wonosalam, Demak yang sebagian diberi harga cukup tinggi, yakni hingga Rp 1,190 juta per meternya.
Hal serupa juga terjadi pada para pemilik lahan di Desa Sidogemah, Demak yang tanahnya dihargai tinggi hingga Rp 2 juta per meternya.
Ia mengaku tidak paham dasar perhitungan yang dilakukan tim appraisal dan KJPP saat menetapkan harga untuk pembebasan lahan para warga.
Padahal, bidang tanah yang terdampak pembangunan jalan tol tersebut merupakan lahan produktif, tetapi harga yang ditetapkan justru berbeda.
Baca Juga: Ada Penyesuaian Tarif, Simak Daftar Besaran Tarif Tol Trans Jawa Januari 2021
"Presiden Joko Widodo (Jokowi) sering bilang harus ganti untung. Seharusnya kami menerima yang pantas sesuai UU No 2 Tahun 2021, yakni minimal 10 kali NJOP. Tidak muluk-muluk permintaan kami, harga harus sesuai aturan," jelas Karman.
Karman menyebutkan, pada dasarnya warga sangat mendukung adanya proyek pembangunan jalan tol Semarang-Demak dan tidak berniat untuk menghambat prosesnya.
"Namun harusnya nasib kami juga diperhatikan. Karena lahan yang terdampak dibeli dengan harga yang tidak sesuai. Kami sudah ajukan surat permohonan audiensi kepada anggota DPRD dan Gubernur Jawa Tengah, diharapkan nanti bisa mendapatkan solusinya," ucapnya.
Pernyataan senada juga dilontarkan oleh Mukohar selaku warga Desa Kendaldoyong, Demak yang merasa keberatan dengan harga tanah dari tim appraisal dan KJPP.
"Warga yang setuju ada, tapi sampai sekarang belum terima uangnya. Yang menolak juga banyak karena harga tidak sesuai. Buat beli (tanah) lagi susah, harganya mahal-mahal," terangnya.
Baca Juga: Terjang Delapan Desa, Tol Yogyakarta-Solo Bakal Lewati Kecamatan Jogonalan Klaten
Editor | : | Muhammad Ermiel Zulfikar |
Sumber | : | Tribunjateng.com |
KOMENTAR