GridOto.com - Tidak semua lahan parkir di Indonesia bebas berbayar. Sebagian besar justru dipungut biaya karena dijaga oleh ormas tertentu yang tinggal di sekitar lahan parkir.
Kehadiran penjaga parkir yang seringkali muncul secara tiba-tiba pun terkadang membuat kesal masyarakat.
Hal tersebut biasanya terjadi pada saat keluar dari Alfamart dan Indomart.
Melihat permasalahan tersebut, Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno pun berikan penjelasan.
Baca Juga: Disoroti Asosiasi Parkir Karena Perizinan Belum Rampung, Begini Penjelasan Bos Soul Parking
Agus mengatakan, jika dilihat dari perspektif konsumen fungsi parkir terbagi dari beberapa terkategori, antara lain parkir sebagai bagian dari sistem manajemen lalu lintas, parkir sebagai bagian transportasi dan parkir sebagai bagian dari lumbung Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan layanan publik.
"Di Jakarta dan kota-kota lain fungsi parkir dikelola hanya sebagai lumbung PAD. Belum memperhatikan 3 aspek lain. Termasuk parkir juga belum masuk sebagai sistem layanan publik," kata Agus saat dihubungi GridOto.com, Selasa (5/1/2021).
Dengan demikian, Agus menduga terdapat kerancuan dalam sistem perparkiran. Selain dugaan kebocoran pendapatan dari perparkiran, parkir juga menimbulkan persoalan bagi konsumen.
"Konsumen hanya mendapatkan kewajiban membayar, tetapi tidak mendapatkan hak sebagai konsumen. Hak informasi misalnya, berapa konsumen harus membayar, tidak diinformasikan dengan jelas. Terutama parkir on street. Sebab konsumen tidak pernah mendapat struk sebagai bukti pembayaran," paparnya.
Baca Juga: Tukang Parkir di Minimarket, Legal atau Ilegal?
Tak hanya itu, Agus menilai jika konsumen dihadapkan pada klausula baku sepihak dari operator. Bahwa kehilangan barang bukan tanggung jawab operator.
"Ini bertentangan dengan undang-undang yang melarang pelaku usaha melepas tanggung jawab. Biasanya klausula baku tercantum di karcis parkir off street," bebernya lagi.
"Parkir hanya dianggap sebagai sewa lahan, sehingga konsumen tidak mendapat layanan semestinya. Termasuk jaminan kerusakan atau kehilangan.
Agus melanjutkan, pengelola parkir yang bekerjasama dengan Pemda/UPT perparkiran acapkali melakukan sub kontrak kerja dengan pihak ketiga dalam menjalankan proses parkir dengan sistem setoran.
Baca Juga: Disoroti Asosiasi Parkir Karena Perizinan Belum Rampung, Begini Penjelasan Bos Soul Parking
Di lapangan, potensi terjadi konflik antara konsumen dengan petugas parkir sangat besar, terutama besaran nilai yang harus dibayar konsumen.
Bahkan Agus menyebut terkadang konsumen tidak mendapatkan informasi yang jelas, mana parkir resmi yang bekerja sama dengan UPT perparkiran dan mana yang merupakan parkir liar.
"YLKI menilai bahwa konsumen berhak mendapatkan bukti dari transaksi parkir. Tanpa ada bukti yang sah (baik yang dikeluarkan oleh pemda atau operator) konsumen memiliki hak untuk menolak membayar," bebernya.
Oleh karenanya, YLKI mendesak pemerintah untuk segera menerapkan digitalisasi perparkiran dengan sistem pembayaran cashless.
"Ini akan memberikan kepastian bagi konsumen bahwa biaya parkir yang harus dibayarkan masuk sebagai PAD dan berkontribusi dalam pengembangan transportasi," tutupnya.
Editor | : | Hendra |
Sumber | : | GridOto.com |
KOMENTAR