Meski demikian, Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengatakan, ambulans tidak punya hak diskresi dalam rekayasa lalu lintas.
“Misalkan ada ambulans lewat kita harus minggir. Ada tamu negara, pejabat negara, kita minggir dulu. Tetapi kendaraan tersebut tidak punya hak diskresi,” ucap Jusri, dikutip GridOto.com dari Kompas.com, Jumat (27/10).
Jusri menjelaskan, meskipun mendapatkan prioritas namun harus tetap patuh terhadap rambu lalu lintas seperti tidak menerobos lampu merah dan lainnya.
“Ketika pengemudi menerobos lampu merah, melakukan contraflow atau masuk jalur busway, tidak punya hak kecuali mereka dikawal oleh polisi lalu lintas,” terang Jusri.
Lalu, apa itu hak diskresi dalam lalu lintas?
Hak diskresi merupakan bentuk tindakan pengecualian di lapangan dengan tujuan menciptakan kelancaran lalu lintas.
Bentuk diskresi ini biasanya dengan mengubah sistem lalu lintas, seperti memberhentikan arus, mengatur pengguna jalan untuk terus jalan, baik mempercepat dan memperlambat maupun mengalihkan arus.
Satu-satunya yang memiliki hak diskresi dalam rekayasa lalu lintas adalah polisi lalu lintas, seperti tertulis dalam UU No 22 LLAJ pasal 135, yang berbunyi:
"Kendaraan yang mendapat hak utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 harus dikawal oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan bunyi sirene."
Jusri menegaskan, saat ini ada fasilitas pengawalan seperti ambulans atau anggota TNI, namun yang memiliki hak diskresi atau hak pengecualian di jalan ini hanya polisi lalu lintas.
Editor | : | Fendi |
Sumber | : | Kompas.com,UU no 22 tahun 2009 |
KOMENTAR