Mekanik yang peduli pada motor antik, akhirnya merestorasi motor ini dan kemudian disimpan di Museum Angkut di Malang.
Kalau mau ngomongin motornya, Hildebrand und Wolfmuller milik John Potter ini memiliki mesin 4-tak 1.489 cc dengan konfigurasi dua silinder.
Tapi teknologinya jadul banget, dengan kubikasi mesin sebesar itu powernya 2,5 dk dan kecepatan maksimalnya hanya 45 km/jam.
Sudah itu menyalakan motor ini cukup sulit sehingga John Potter dikisahkan harus menghabiskan waktu 20 menit sebelum bisa digeber.
Itu karena sebelum dijalankan, mesinnya harus dipanaskan dalam artian sesungguhnya, mesinnya dibakar dulu dari luar dengan spiritus!
Kadang Potter juga harus melakukan start dorong ala pembalap, orang-orang masa itu mengibaratkannya seperti loncat naik kuda yang sedang berlari.
Potter yang satu ini memang bukan penyihir dengan Firebolt, tapi bak koboy dengan Hildebrand und Wolfmuller, hehehe.
Seiring perkembangannya, semakin banyak motor yang masuk ke Indonesia, bahkan klub motor pertama yaitu Motorfiets Rijders Te Batavia resmi berdiri di Batavia pada tahun 1915.
Enggak cuma itu, sampai ada ajang yang gokil ibarat Reli Dakar yaitu pemecahan rekor dari Batavia ke Soerabaija.
Gerrit de Raadt, pemuda asal Belanda yang berhasil mencatat rekor resmi ajang tersebut dalam waktu 10 jam 1 menit pakai Rudge Ulster.
Dibilang gokil karena pada saat itu jalanan enggak kayak sekarang, keluar masuk hutan dan naik gunung. Enggak ada tukang tambal ban, SPBU, atau minimarket buat istirahat, hehehe...
Lalu, banyak juga kisah-kisah bikers pionir di Indonesia, yang kebanyakan mandor-mandor perkebunan Belanda dan pejabat pemerintahan.
Ini terlihat dari sejarah dari koran Sin Po tahun 30-an misalnya. Ditemukan deretan iklan-iklan menjual motor, artinya sudah ada peminatnya.
Merek-mereknya juga terkenal, seperti Excelsior, Harley-Davidson, Indian, King Dick, Brough Superior, Henderson, Norton, AJS, Matchless dan banyak lagi.
Jadi begitu sejarahnya motor pertama di Indonesia beserta sedikit perkembangannya. Belum banyak yang tahu, kan?
Editor | : | Ditta Aditya Pratama |
KOMENTAR