Lantaran isi di dalam peraturannya masih terkesan rancu dan ambigu.
Sebagai contoh, ia menjelaskan, dalam poin nomor 2, butir (d) disebutkan:
1) Penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain dengan plafon s.d Rp 10 miliar; dan
2) Peningkatan kualitas kredit/pembiayaan menjadi lancar setelah direstrukturisasi selama masa berlakunya POJK. Ketentuan restrukturisasi ini dapat diterapkan Bank tanpa melihat batasan plafon kredit/pembiayaan atau jenis debitur.
Baca Juga: PO Bus 90 Persen Armadanya Tidak Beroperasi, IPOMI: Kondisi Kami Sudah Tiarap
Hal ini dianggap Kurnia memberatkan para pengusaha otobus lantaran plafon yang diberikan hanya sampai Rp 10 miliar, sedangkan angsuran PO biasanya melebihi Rp 10 miliar.
"Padahal kami PO Bus itu rata-rata nilai kreditnya di atas Rp 10 miliar, tapi di bawah Rp 20 miliar. Itu kan artinya peraturannya tidak bisa diimplementasikan ke kami," imbuhnya.
Lebih lanjut, Kurnia mengatakan hingga saat ini IPOMI belum mendapatkan solusi dari pihak terkait soal penanganan masalah ini.
"Seluruh perusahaan pembiayaan juga belum bisa memberikan relaksasi ke kami hingga hari ini," tutupnya.
Editor | : | Muhammad Ermiel Zulfikar |
KOMENTAR