(Baca Juga: Blak-Blakan Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya : Hukuman Pelanggar Odol Makin Serius)
“Sekarang motor besar itu bukan jadi identitas, bukan untuk menunjukkan bahwa ‘saya ini orang lebih,’ tapi lebih ke lifestyle,” tukas pria yang akrab disapa ‘Gin-Gin’ itu.
Hal kedua yang menurut Michael sudah berubah adalah respon kebanyakan orang terhadap moge.
“Dulu kalau ada moge lewat pasti langsung jadi tontonan, sekarang orang-orang sudah biasa lihat moge, jadi mau ada yang parkir di depan mata pun paling hanya ditoleh,” ungkapnya.
Hal ketiga yang Ia sebutkan adalah regulasi mengenai impor kendaraan yang diberlakukan oleh pemerintah.
“Regulasi impor sekarang makin ketat, terutama dibandingkan tahun 1997, dan makin diperketat lagi setelah pajak barang mewah naik tahun lalu,” katanya.
(Baca Juga: Blak-blakan Iskandar Abubakar: Pernah Dipanggil Pulang Menteri Saat Turing Naik Motor, Sekarang Pilih Bawa Mobil Saja)
Meskipun begitu, Ia mengatakan bahwa ada satu hal yang belum berubah selama 22 tahun terakhir, yaitu pembeli moge itu sendiri.
“Rata-rata masih orang dewasa dan mapan, mungkin yang anaknya sedang kuliah di luar negeri,” ujar Michael sambil tersenyum.
Ia beralasan bahwa orang-orang tersebut telah memiliki kemampuan finansial yang cukup untuk memenuhi kebutuhan primer mereka.
“Mungkin income pasif-nya sudah kebanyakan, lalu untuk mengisi kegiatan, dia beli lah moge,” tutupnya sambil tertawa.
Editor | : | Muhammad Ermiel Zulfikar |
KOMENTAR