GridOto.com – Pilih irit bensin atau tarikan galak? Ini plus minus penggunaan karburator tipe skep dan vakum di motor.
Karburator vakum sendiri merupakan tipe modern yang merupakan pengembangan dari tipe skep konvensional.
Makanya kebanyakan motor karburator yang terbilang muda pakai tipe vakum, sedangkan tipe skep lebih sering ditemui pada motor lawas.
“Kalau suplai bensin dan udara karbu skep hanya bergantung pada putaran selongsong gas. Kerja karbu vakum selain ikut putaran selongsong gas juga ikut gerak piston atau daya sedot mesin saat bekerja,” terang Jawir, dari bengkel Jawir Motor, Kramatjati, Jakarta Timur.
(Baca Juga: Pasang Pelek Jari-jari? Begini Cara Ukur Panjang Jeruji yang Tepat)
Makanya, karbu vakum bikin tarikan motor terasa kurang responsif namun lebih hemat dalam konsumsi bahan bakar.
Nah buat yang motornya sudah oprekan dan ingin lebih bertenaga, bengkel upgrade performa umumnya menyarankan untuk pakai karbu skep.
“Selain puntiran gas terasa lebih enteng, suplai bahan bakar lebih mudah diperbesar dan efeknya tenaga motor dari bawah ke atas terasa makin padat,” lengkapnya.
Contoh karburator skep yang populer jadi pilihan upgrade antara lain adalah Keihin PE, PJ, PWK dan Mikuni VM dan TM. Masing-masing punya beragam ukuran venturi yang bisa disesuaikan.
(Baca Juga: Kawasaki KLX 150 Sudah Bore Up? Waspada Part Ini Mudah Rusak)
Meskipun efeknya konsumsi bensin lebih boros, secara perawatan karbu tipe skep jelas lebih simpel dari tipe vakum.
“Kondisi karet vakum berpengaruh pada tarikan motor, sedangkan komponen ini punya masa pakai dan bisa mengalami gejala nyangkut atau bocor,” pungkas Jawir.
Makanya, di beberapa karbu vakum yang berumur tua sering ditemui gajala gas nyangkut atau kurang responsif akibat rusaknya vakum skep.
Jadi, untuk kejar responsif kalian bisa gunakan karburator model skep konvensional namun harus siap konsumsi bensin agak lebih boros.
Sedangkan penggunaan karbu model vakum, tarikan motor kurang responsif namun agak lebih bagus dalam hal menghemat bahan bakar.
Editor | : | Mohammad Nurul Hidayah |
KOMENTAR