GridOto.com – Akhirnya Suzuki Jimny terbaru resmi juga dijual. Setelah sekadar jadi pajangan di pameran sejak tahun 2018 lalu.
Suzuki Jimny memang fenomenal. Bukan hanya model terbaru ini (JB74) namun juga model sebelumnya (JB43) yang dijual terbatas hanya sekitar 88 unit.
Larisnya Suzuki Jimny ini bukan hanya terjadi di Indonesia. “Permintaan pasar dunia terhadap Suzuki Jimny sangat besar hingga pabrik di Jepang kewalahan,” terang Donny Ismi Saputra, direktur marketing 4W Suzuki Indomobil Sales (SIS).
Saat ini Jimny memang baru dibuat di Kosai, Jepang. Pabrik Suzuki di Hongaria, India dan Indonesia kabarnya sedang dilakukan studi kelayakan. Belum tahu siapa yang duluan.
Buat Indonesia, Suzuki Jimny sangatlah fenomenal. Sejarah Suzuki Jimny di Indonesia cukup panjang. Dimulai sejak generasi pertama tahun 1979 lewat Jimny LJ80 yang akrab disebut Jangkrik.
Lantas muncul generasi kedua (SJ410) yang disebut Katana. Varian ini tersedia versi berpenggerak 2 roda (2WD).
Generasi SJ Series ini cukup lama dan sangat populer di Tanah Air. Kiprahnya mulai meredup seiring dengan perubahan selera pasar ke mobil MPV 7 penumpang.
Toh Suzuki Jimny masih mampu bertahan lewat versi pikap di tahun 2004 yang disebut Caribian. Tahun 2005 Suzuki Jimny resmi stop jualan.
Butuh 12 tahun buat Jimny kembali ke Indonesia lewat generasi ketiga (JB43) yang dijual terbatas tahun 2017.
Pasar merespon sigap dengan langsung ludesnya 88 unit yang dijual. Padahal harganya cukup mahal. Saat itu dibanderol Rp 285 juta.
Tapi jangan kaget jika setahun kemudian di pasar bekasnya Suzuki Jimny JB43 ini ada yang ditawarkan seharga Rp 375 juta.
Suzuki Jimny sudah menjadi bagian dari kehidupan banyak masyarakat Indonesia.
SIS mencatat telah menjual Jimny sebanyak 130.334 unit sepanjang sejarahnya di Indonesia. Sosoknya sudah jadi legenda.
Kini sang legenda itu muncul kembali lewat generasi keempat (JB74). Tak heran bila sejak dipajang tahun 2018 lalu hingga dijual di Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2019 banyak mendapat perhatian.
Sayang harganya masih dirasa kemahalan buat ukuran Jimny. SIS merilis Suzuki Jimny JB74 ini Rp 315-330 juta.
Maklum dulu Jimny jadi mobil kompak yang andal dengan harga terjangkau.
Data dari Tabloid Otomotif, Juli 1992 Suzuki Jimny Katana 4WD dijual Rp 22 juta dan 2WD Rp 19 juta.
Sebagai perbandingan saat itu sedan kelas menengah bermesin 1.600 cc dijual di kisaran Rp 40 jutaan.
Mahalnya Jimny tak lepas dari pajak karena diimpor utuh dari Jepang. Spesifikasinya juga hanya tersedia gerak 4 roda (4WD).
Meskipun pasar merespon positif, namun ternyata suplai Jimny terbatas. “Hanya 40-50 unit per bulan. Itupun kita rebutan dengan negara lain,” terang Makmur, direktur sales 4W SIS.
Maka tak heran bila antrean panjang pembeli Jimny mengular hingga tahun depan.
Bahkan sedemikian laris hingga SIS kewalahan menentukan alokasi distribusi pengiriman perdana.
Mungkinkah Jimny turun harga dan kembali menjadi volume maker Suzuki di Indonesia?
Jawabannya mungkin. Tapi ada sejumlah syarat yang harus terpenuhi.
Pertama Jimny harus dapat dirakit lokal agar tak kena pajak impor dan ongkos angkut.
Hal ini bisa dilakukan jika skala produksinya besar. Hitungan kasar mobil-mobil yang efisien dirakit lokal dengan volume di kisaran 3.000 unit per bulan.
Memutuskan sebuah mobil dirakit lokal memang ngeri-ngeri sedap. Ada sejumlah riset dan keyakinan agar tak salah langkah.
Jika produksi per bulan masih di bawah 3.000 unit akan sulit mencapai nilai ekonomis.
Larisnya Jimny saat ini tak lantas membuatnya mampu memberi keyakinan diproduksi lokal.
Ada sindrom mobil baru yang harus lebih dulu dilewati. Besar permintaan hanya di saat awal kemunculannya.
Perlu stabilitas jumlah permintaan di atas 6 bulan agar keyakinan itu terbentuk.
Dikhawatirkan larisnya Jimny saat ini karena masih baru diluncurkan.
Bukan tak mungkin pula konsumen yang membeli Jimny saat ini hanya sejumlah orang yang ingin bernostalgia.
Suzuki tentu banyak pengalaman soal keputusan merakit sebuah model di pabrik Cikarang.
Paling nyata adalah Suzuki Ignis yang terlihat laris di awal kemunculannya. Namun tak mampu bertahan stabil di bulan-bulan berikutnya.
Jika dipaksakan dirakit di pabrik Cikarang akan sulit mencapai nilai ekonomis. Lebih murah mengimpor dari India atau negara lain.
Syarat kedua adalah melepas sistem penggerak 4 roda dan menggantinya menjadi 2 roda (2 WD).
Struktur pajak mobil kita memang masih membebankan pajak lebih besar untuk gerak 4 roda.
Ini juga masih kendala. Meski bukan hal sulit buat para insinyur Jepang, nyatanya versi 2WD belum dibuat di Jepang.
Sumber di SIS menyebut membuat versi 4WD menjadi 2WD perlu kerja tambahan. Memang sejak awal Jimny tak dirancang buat 2WD.
Lain kata jika regulasi baru jadi diberlakukan sehingga pajak kendaraan 4WD dihapuskan.
Meski begitu, penambahan varian 2WD juga bisa mereduksi harga. Konsumen diberikan alternatif dengan harga lebih terjangkau.
Lantas berapa harga yang dirasa layak buat sebuah Jimny? Ini sangat bisa didebat.
Melihat kondisi pasar saat ini bisa jadi Jimny ada di segmen yang mirip dengan low MPV sekelas Toyota Avanza atau Mitsubishi Xpander.
Saya berpendapat harga Rp 200-230 jutaan adalah harga yang pantas untuk versi 2WD-nya. Sedangkan Rp 250-280 jutaan untuk versi 4WD-nya.***
*Penulis adalah wartawan otomotif sejak tahun 2000 di berbagai media grup Kompas Gramedia, seperti tabloid Otomotif, majalah Otosport, majalah Auto Bild Indonesia dan saat ini di GridOto.com.
Editor | : | Bimo Aribowo |
KOMENTAR