GridOto.com - Istilah recall di dunia otomotif mungkin cukup akrab di telinga sobat GridOto.com.
Recall bisa disebut juga dengan program penarikan kembali, ditujukan pada sebuah tipe dari merek tertentu akibat adanya masalah teknis.
Pabrikan melakukan recall ini tujuannya guna melakukan perbaikan kepada unit yang sudah terjual ke konsumen.
Dari data yang dihimpun oleh lembaga keselamatan National Highway Traffic Safety Administration (NHTSA), tak sedikit lo kendaraan dari berbagai merek yang harus direcall sampai tahun 2019 ini.
(Baca Juga: Perhatian! Honda Prospect Motor Recall 12 Ribu Unit CR-V di Indonesia)
Mulai dari hal kecil seperti baut kurang kencang terpasang, hingga masalah yang bikin airbag mengembang sendiri, bahkan sampai ada yang meledak.
Di Indonesia sendiri, isu recall juga lumayan merebak.
Mulai dari isu recall produk Mazda 3 yang katanya bautnya kurang kencang seperti yang terjadi di Amerika Utara, juga recall Yamaha R25 yang memiliki basis sama dengan R3 yang direcall di Amerika.
Recall juga sempat menimpa Toyota Rush yang bermasalah dengan airbagnya yang mengembang sendiri, sampai Honda CR-V yang shift knobnya stuck di posisi P.
Bagi beberapa konsumen, mungkin memiliki kendaraan yang harus direcall menimbulkan perasaan malu.
Mereka menganggap memiliki kendaraan yang di recall adalah sebuah aib karena kendaraan yang dibeli cacat produksi.
Padahal sebenarnya hal tersebut bukan sebuah masalah yang mesti dipusingkan.
(Baca Juga: Dianggap Membahayakan, Mazda3 diminta 'Recall' di Amerika Utara, Apa Penyebabnya?)
Jika menganggap sebuah merek kendaraan yang direcall adalah memalukan, bisa-bisa malah takut beli mobil atau motor nih.
Karena kembali lagi, recall justru dilakukan pabrikan untuk menyempurnakan produk yang sudah mereka sajikan ke konsumen.
Sehingga recall bisa dibilang sebagai bentuk tanggung jawab dari produsen dalam menjaga keselamatan konsumen mereka.
Dari merek Jepang, Eropa, hingga Amerika pun pernah mengalami kesalahan dalam pembuatan dan perakitan kendaraan kok.
Di Indonesia sendiri, pemerintah telah memberikan payung hukum untuk recall khususnya untuk produk kendaraan bermotor.
Tujuannya pun jelas, guna memperhatikan dan menunjang keselamatan bagi pengguna kendaraan bermotor dan pengguna jalan.
Peraturan tersebut tertulis pada Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 33 Tahun 2018 tentang Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor.
(Baca Juga: Yamaha R3 Buatan Indonesia Direcall di Amerika Karena Masalah Tuas Rem, Apakah Berdampak ke R25?)
Berikut tata cara recall yang tertuang pada Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 33 Tahun 2018 Bab XIII;
Pasal 79
(1) Terhadap Kendaraan Bermotor yang telah memiliki SUT atau Surat Keputusan Rancang Bangun yang ditemukan cacat produksi, mempengaruhi aspek keselamatan, dan bersifat massal, wajib dilakukan penarikan kembali untuk dilakukan perbaikan.
(2) Kendaraan Bermotor yang ditemukan cacat produksi, dan mempengaruhi aspek keselamatan serta bersifat massal, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. cacat desain; atau
b. kesalahan produksi.
(3) Terhadap Kendaraan Bermotor yang ditemukan cacat produksi, dan mempengaruhi aspek keselamatan serta bersifat massal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perusahaan pembuat, perakit, pengimpor wajib melaporkan kepada Menteri sebelum dilakukan penarikan kembali untuk dilakukan perbaikan.
(4) Perusahaan pembuat, perakit, pengimpor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib bertanggungjawab untuk melakukan perbaikan terhadap Kendaraan Bermotor yang ditemukan cacat produksi, dan mempengaruhi aspek keselamatan serta bersifat massal.
(5) Terhadap Kendaraan Bermotor yang telah dilakukan perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib dilaporkan kembali kepada Menteri.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan kembali Kendaraan Bermotor yang ditemukan cacat produksi, dan mempengaruhi aspek keselamatan serta bersifat massal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri tersendiri.
Editor | : | Dida Argadea |
Sumber | : | investopedia.com,Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 33,nhtsa.gov |
KOMENTAR