GridOto.com - Proyek pembangunan jalan tol yang akan menghubungkan Semarang - Yogyakarta - Solo memang mendapat banyak tanggapan.
Salah satu yang sumbang bicara mengenai proyek tol tersebut terutama ruas Yogyakarta (Jogja) - Solo adalah Kepala pusat studi kajian pembangunan jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM, Dr Hempri Suyatna.
Menurutnya ada beberapa tambahan keuntungan dengan adanya jalan tol Yogya-Solo seperti pengembangan wisata dan ekonomi di kawasan Yogyakarta-Solo dan Bawen.
“Dulunya, pernah ada konsep Joglosemar (Jogja-Solo-Semarang). Harapannya konsep kawasan terpadu pembangunan regional akan makin baik,” urainya, Selasa (12/3/2019).
(Baca Juga : Wah, Jasa Marga Temukan Bangunan Tua di Jalan Tol Pandaan-Malang)
Namun, hadirnya tol ini harus dibarengi juga dengan upaya untuk meningkatkan fasilitas transportasi publik lainnya.
Hempri mengingatkan, jangan sampai adanya jalan tol mematikan moda-moda transportasi yang sedang eksis misal kereta api, bus Yogya- Solo, dan lainnya. Karena, dengan adanya tol akses transportasi menjadi lebih mudah dan cepat.
Namun, sisi lain yang harus diperhatikan adalah jangan sampai yang menikmati mulusnya tol tersebut hanya para pemilik mobil dan pemilik modal yang notabene kelas menengah.
Hempri pun kembali menegaskan mengenai perlindungan ekonomi kerakyatan.
Pemerintah harus memberi perlindungan dan prioritas terhadap ekonomi rakyat, sehingga bisa menjajakan di pinggiran jalan tol.
Termasuk, jangan sampai pengelolaan tol juga didivestasi ke asing. Artinya, ketika tarif tol naik dan pengelolaan tol nantinya diserahkan asing. Justru seharusnya, rest-rest area seharusnya juga perlu dimanfaatkan untuk penguatan ekonomi rakyat.
“Maka, jangan sampai yang jualan di situ (rest area) adalah produk-produk waralaba asing,” urainya.
Ketua DPD HPJI, Tjipto Haribowo menegaskan, tol seharusnya tidak membawa dampak negatif degradasi kehidupan masyarakat di mana ruas tol tersebut berada. Sehingga, alternatifnya adalah dengan jalan membuat jalan tol yang melayang (elevated).
“Kalau elevated tentunya biaya konstruksinya lebih mahal, ini memerlukan perhitungan yang matang dari insiator/investornya. Sehingga, pada saat beroperasi tarif tolnya tidak terlalu mahal,” urainya.
Dia menjelaskan, jalan tol adalah jalan alternatif, artinya jalan tol itu bisa dibangun kalau ada jalan arteri yang searah. Sehingga pengguna mempunyai pilihan, yang ingin lebih singkat waktu perjalanannya lewat tol tetapi harus bayar.
(Baca Juga : Ngeri! Tingginya Kecelakaan yang Melibatkan Truk di Jalan Tol)
Saat ini rencana pembangunan proyek jalan Tol Yogyakarta-Solo dalam tahapan pembahasan.
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dan pemerintah pusat masih tarik ulur soal sejumlah situs di Kawasan Prambanan yang akan dilewati jalur tol.
Ada empat pilihan yang ditawarkan pemerintah DI Yogyakarta sehubungan dengan persoalan dampak ekonomi, panjang pendek jalur hingga bentuk Tol Yogyakarta-Solo.
“Ada empat opsi yang kami tawarkan. Utamanya kaitannya dengan hitung-hitungan ekonomi, apakah akan dibuat elevated, ruasnya panjang dan pendek,” ujar Sekda DIY, Gatot
Saptadi, Selasa (12/3).
Persoalan krusial yang sampai saat ini harus disepakati adalah mengenai situs yang ada di kawasan perbatasan Prambanan.
(Baca Juga : Penampakan Terbaru Proyek Jalan Tol di Aceh, Enggak Nyangka Sudah 10 Kilometer Dikerjakan)
Menurutnya, pembangunan ruas jalan dari ujung Tol Bawen-Yogyakarta hingga Tol Yogyakarta-Solo tidak bisa hanya ditarik dengan garis lurus.
“Yang penting, nantinya harus menghindari situs yang ada. Kalau ada ruas jalan plus minus 500 meter dari situs,” paparnya.
Untuk ruas Tol Yogyakarta-Sol ini, perencanaannya memang akan diserahkan pada pihak swasta.
Namun, pihaknya belum mengetahui secara detailnya karena hal tersebut menjadi wewenang dari pemerintah pusat.
"Yogya Bawen desain rencana dari pemerintah ditawarkan ke swasta. Yogya-Solo, perencanaan ke swasta,"katanya.
“Kalau yang Tol Bawen-Yogyakarta sudah ada DED (Detail Engineering Design) dan itu nanti terserah pemerintah pusat apakah mau digarap dengan APBD atau ada swasta yang
membangun,” jelasnya.
(Baca Juga : Sudah Mangkrak 14 Tahun, Proyek Jalan Tol Dalam Kota Bandung Ditargetkan Selesai Tahun 2023)
Adapun sebelumnya, Gatot juga menyebutkan ada lima alternatif exit tol dari Yogya menuju Manisrenggo.
Nantinya, semua exit tol menuju Manisrenggo ini akan melalui kawasan Maguwoharjo.
Diantaranya, ada yang lewat stadion, ada yang masuk ke selatan Candi Sambisari baru ke utara, ada yang ke selatan Candi Kedulan.
“Ini artinya baru gambaran pintu keluar dari Yogya, kalau Manirenggo ke Solo itu nanti urusan Jateng,” urai Gatot.
Untuk jalan ini, pihaknya juga memegang pesan Gubernur DIY, Sri Sultan HB X untuk memilih jalan yang tidak menimbulkan dampak sosial di masyarakat.
“Yang jelas menghindari situ seperti Prambanan, jangan memanfaatkan lahan produktif dan juga jangan mengganggu ekonomi masyarakat,” jelasnya.
Menurut Gatot, pembangunan exit tol atau jalan tol yang mengganggu ekonomi masyarakat diantaranya adalah dibangun di atas pasar Prambanan.
Hal ini dikhawatirkan akan mengganggu perekonomian di kawasan tersebut.
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Analisis Pakar Dampak Pembangunan Tol Yogyakarta-Solo
Editor | : | Ditta Aditya Pratama |
Sumber | : | Tribun Jogja |
KOMENTAR