Termasuk, jangan sampai pengelolaan tol juga didivestasi ke asing. Artinya, ketika tarif tol naik dan pengelolaan tol nantinya diserahkan asing. Justru seharusnya, rest-rest area seharusnya juga perlu dimanfaatkan untuk penguatan ekonomi rakyat.
“Maka, jangan sampai yang jualan di situ (rest area) adalah produk-produk waralaba asing,” urainya.
Ketua DPD HPJI, Tjipto Haribowo menegaskan, tol seharusnya tidak membawa dampak negatif degradasi kehidupan masyarakat di mana ruas tol tersebut berada. Sehingga, alternatifnya adalah dengan jalan membuat jalan tol yang melayang (elevated).
“Kalau elevated tentunya biaya konstruksinya lebih mahal, ini memerlukan perhitungan yang matang dari insiator/investornya. Sehingga, pada saat beroperasi tarif tolnya tidak terlalu mahal,” urainya.
Dia menjelaskan, jalan tol adalah jalan alternatif, artinya jalan tol itu bisa dibangun kalau ada jalan arteri yang searah. Sehingga pengguna mempunyai pilihan, yang ingin lebih singkat waktu perjalanannya lewat tol tetapi harus bayar.
(Baca Juga : Ngeri! Tingginya Kecelakaan yang Melibatkan Truk di Jalan Tol)
Saat ini rencana pembangunan proyek jalan Tol Yogyakarta-Solo dalam tahapan pembahasan.
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dan pemerintah pusat masih tarik ulur soal sejumlah situs di Kawasan Prambanan yang akan dilewati jalur tol.
Ada empat pilihan yang ditawarkan pemerintah DI Yogyakarta sehubungan dengan persoalan dampak ekonomi, panjang pendek jalur hingga bentuk Tol Yogyakarta-Solo.
Editor | : | Ditta Aditya Pratama |
Sumber | : | Tribun Jogja |
KOMENTAR